The K-Facts - Di sebuah negeri yang terbiasa dengan suara pelan dan kepala menunduk di ruang kekuasaan, seorang pria datang melantunkan nada berbeda.
You may also like :
Sri Mulyani dan Airlangga tidak akan Mundur sebagai Menteri Prabowo
Purbaya Yudhi Sadewa, teknokrat yang sejak 8 September 2025 lalu diberi amanah sebagai bendahara negeri oleh Presiden Prabowo Subianto.
You might be interested :
Prabowo Ungkap Aparat Diancam saat Coba Berantas Korupsi
Langkahnya tak banyak basa-basi.
Dalam hitungan hari, ia sudah menggebrak pintu-pintu kebiasaan lama di kementerian yang selama ini dikenal sunyi tapi berkuasa.
Perintahnya sederhana, tapi gaungnya bergema sampai ke ruang rapat para konglomerat dan pejabat senior.
Banyak yang terperanjat, sebagian malah gusar. Apa yang dilakukan seorang Purbaya bukan sekadar kebijakan fiscal, tapi pembalikan arus kenyamanan.
Di ruang-ruang lain, dinding mulai berbisik tentang langkah Purbaya yang membuat sejumlah petinggi negeri mulai kebakaran jenggot.
Purbaya memang bukan politikus yang pandai berjanji, ia ilmuwan yang percaya bahwa data lebih jujur daripada diplomasi.
Dalam kabinet, ia tak segan beradu argument, bahkan dengan mereka yang selama ini jarang dibantah.
Nama-nama besar seperti Luhut dan Bahlil bukan lagi dinding yang tak bisa disentuh.
Bagi Purbaya, rekan diskusi harus bisa diyakinkan dengan logika, bukan senioritas.
Namun di balik ketegasannya, terselip keresahan: bisakah negeri ini menerima gaya baru seperti itu?
Apakah bangsa yang terbiasa dengan kompromi, siap menghadapi menteri yang menolak basa-basi?
Purbaya tentu tahu, setiap langkahnya dapat mengusik kenyamanan banyak orang, tapi ia juga percaya bahwa stagnasi lebih berbahaya dari kegaduhan.
Purbaya bukan pahlawan, apalagi pemberontak. Dia bicara tentang keberanian, tentang uang negara yang harus kembali ke rakyat.
Dan, di tengah hiruk pikuk politik, ketika banyak petinggi negeri ini memilih bungkam, Purbaya justru berani bersuara, berani jujur, ketimbang mereka yang ssstt...diam-diam sibuk membahas jumlah.