UPdates—Polemik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diberlakukan pemerintah pada Januari 2025 mendatang mendapat penolakan massif. Meski pemerintah berdalih hanya berlaku untuk barang mewah, kebijakan itu dinilai akan menyengsarakan masyarakat.
Bahkan, Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyu Askar menganggap kenaikan PPN menjadi 12 persen ini adalah kebijakan yang terkesan ngawur dan berdampak sangat buruk.
Hal itu ia lontarkan dalam perbincangan dengan Akbar Faizal di Channel YouTube, Akbar Faizal Uncensored sebagaimana dilansir keidenesia.tv pada Jumat, 27 Desember 2024.
"Saya hanya akan bisa menerima justifikasi PPN ini dinaikkan jika ada kajian akademik dan itu tidak pernah disampaikan kementerian keuangan," tegas Media Wahyu Askar.
Pendiri Celios itu mengatakan, kajian mereka menemukan fakta bahwa kenaikan PPN ini akan berdampak sangat buruk. "Kami menemukan PPN itu berdampak negatif. Buruk sekali untuk pertumbuhan ekonomi ke depan," ujarnya.
"Itu kan 11 ke 12 naik 1 persen. Tapi itu kan bisa dipersentasekan ulang, harusnya 9 persen sebenarnya itu naiknya," lanjut Media Wahyu Askar.
Menurutnya, pendapatan yang bisa diperoleh negara dari kenaikan PPN ini sangat tidak sebanding dengan kerusakan serta kerugian yang ditimbulkannya.
"Bahwa kenaikan dari PPN itu mungkin hanya sekitar Rp50-an triliun pendapatan yang bisa didapatkan negara. Tapi kerugian yang didapatkan negara jauh lebih besar," jelasnya.
Ia pun dengan gamblang menyebut kenaikan PPN ini semacam penyakit yang disebar pemerintah ke rakyatnya sendiri. Pemberian insentif atau bantuan sosial kata dia tidak akan bisa membantu masyarakat.
"PPN itu penyakit untuk masyarakat bawah sebenarnya. Pemerintah menyebar penyakit sebenarnya. Tapi pemerintah juga bilang ini loh obatnya, karena pemerintah bersamaan bilang kami akan kurangi beban biaya listrik, membagi beras 10 kg dan beberapa insentif lainnya. Dan itu dilakukan hanya untuk dua bulan. Ini logikanya dari mana. Ada nggak kalkulasinya," kritiknya.
Media Wahyu Askar mengatakan, seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah memberlakukan pajak aset dan pajak kekayaan. Sayangnya kata dia, sampai hari ini Indonesia tidak punya aturan itu.
Ia juga menyoroti kenaikan harta para pejabat yang menurutnya tidak dikenakan pajak penghasilan. "Orang-orang kaya ini (menunjuk ke foto pejabat) tidak dikenai pajak penghasilan. Kenapa kita malah menghantam masyarakat luas dengan PPN?" tanyanya.
Kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak tahun 2021.
Sebelum 1 April tahun 2022 tarif PPN berlaku 10 persen. Kemudian, setelah Undang Undang HPP berlaku, maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan selanjutnya 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi 12 persen.
Akan tetapi, pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5 persen dan batas atas 15 persen bila dipandang perlu yang mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional.