UPdates—Penonaktifan 7,3 juta peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau yang lebih dikenal publik sebagai BPJS Kesehatan Gratis berbuntut kekacauan data. Yang miskin dicoret dan tersingkir. Sementara di sisi lain ada warga yang "kaya" yang malah terdaftar.
You may also like : Aturan Iuran dan Denda BPJS Kesehatan di 2025
Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene mengungkap fakta ini. Ia menegaskan, ini permasalahan serius yang berdampak langsung pada layanan kesehatan masyarakat di daerah.
You might be interested : COVID-19 Naik, Kemenkes Minta Tunda Jalan-jalan ke Luar Negeri, DPR: Jangan Terlalu Pede
Hal ini disampaikan Felly usai memimpin kunjungan kerja spesifik Komisi IX ke Provinsi Bali, pada Kamis, 3 Juli 2025 kemarin.
Dalam pertemuan dengan Dinas Kesehatan setempat, terungkap adanya perubahan basis data dari sebelumnya ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menuju Data Tunggal Sebaran Nasional (DTSEN). Perubahan ini, menurut Felly, menimbulkan kebingungan di pemerintah daerah karena banyak warga yang semula menerima layanan kesehatan tiba-tiba dikeluarkan dari data dan tidak lagi tercakup sebagai peserta PBI.
“Ini menjadi masalah besar. Banyak masyarakat yang sakit berkepanjangan dan menjadi pelanggan rumah sakit, kini tiba-tiba tidak masuk dalam data baru. Pelayanannya dihentikan sepihak, dan pemerintah daerah bingung karena tidak tahu-menahu kenapa bisa terjadi perubahan seperti itu,” ungkap Felly sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Jumat, 4 Juli 2025.
Makin memprihatinkan sebab menurut Felly, data DTSEN justru banyak diisi oleh warga yang tergolong mampu, bukan warga miskin yang seharusnya menerima bantuan. Hal ini menambah kompleksitas masalah.
Ia juga mengungkap kebingungan pihak rumah sakit yang tidak tahu siapa yang harus menanggung biaya pasien yang sebelumnya ditanggung oleh negara.
“Pihak rumah sakit pun menyampaikan kebingungannya. Pasien yang dulu terlayani karena terdaftar sebagai penerima PBI, sekarang tidak bisa lagi, lalu siapa yang bayar? Ini masalah yang sangat complicated,” jelas Felly.
Menurut Felly, kekacauan data ini sangat berbahaya. Makanya, Komisi IX berkomitmen segera membawa isu ini ke tingkat pusat. Felly menyebut bahwa pihaknya akan menggelar rapat dengan mitra kerja terkait, termasuk meminta izin kepada Komisi VIII DPR RI agar Kementerian Sosial sebagai pihak yang bertanggung jawab atas data DTKS-DTSEN dapat turut dihadirkan.
“Ini PR kita bersama, dan saya sudah sampaikan kepada pimpinan agar segera diagendakan rapat khusus membahas permasalahan ini, karena ini menyangkut hajat hidup masyarakat luas,” tegas Felly.
Kunjungan kerja ini menjadi momentum penting bagi Komisi IX untuk menggali berbagai tantangan di lapangan, khususnya dalam hal validasi dan akurasi data penerima bantuan sosial di sektor kesehatan.