UPdates—Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan tidak boleh ada toleransi bagi praktik kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk di kampus. Makanya, ia mendorong pelaku kekerasan dan pelecehan seksual mendapat hukuman seberat-beratnya.
You may also like : Eks Kapolres Ngada harus Dihukum Berat, Ketua DPR: Tidak Boleh Ada Toleransi
Puan menegaskan hal tersebut menanggapi kasus Guru Besar di Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap belasan mahasiswi di kediaman pribadinya.
You might be interested : Puan Maharani: Negara jangan Tunggu Rakyat Mem-viralkan
Guru Besar tersebut berasal dari Fakultas Farmasi berinisial EM. Ia diduga melakukan pelecehan seksual kepada setidaknya 13 mahasiswi dengan modus bimbingan skripsi atau tesis di luar kampus selama periode 2023-2024.
“Tindakan ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi pendidikan tinggi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas dunia akademik,” tegas Puan sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Rabu, 9 April 2025.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu mengatakan, seharusnya institusi pendidikan menjadi ruang aman bagi para peserta didik. Bukan malah sebaliknya menjadi tempat yang mengancam masa depan.
"Kampus seharusnya jadi ruang aman, bermartabat, dan menjadi benteng utama dalam membangun nilai-nilai etika serta peradaban, bukan malah menjadi tempat pelecehan berulang," kata Puan.
Puan pun mendorong agar penegak hukum menangani kasus ini dengan tranparan, dan adil. Ia menegaskan pelaku kekerasan seksual harus dihukum berat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Sekali lagi, tidak boleh ada toleransi sedikitpun terhadap kekerasan seksual. Terlebih jika itu terjadi di institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi generasi muda kita,” jelas cucu Bung Karno tersebut.
Menurut Puan, dalam UU TPKS juga diatur adanya pemberat hukuman jika pelaku merupakan seorang tokoh pendidik. "Saya harap hal ini juga menjadi pertimbangan dalam proses hukum kasus ini,” kata Puan.
EM saat ini telah dipecat sebagai dosen UGM dan sudah dibebastugaskan dari Tridharma Perguruan Tinggi sejak pertengahan 2024. Sanksi tersebut dijatuhkan berdasarkan temuan dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan Komite Pemeriksa bentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
Pihak UGM tidak mengungkap berapa jumlah pasti korban dan status mereka. Internal UGM hanya menyatakan sudah ada 13 orang yang dimintai keterangan oleh Satgas PPKS.
Puan berharap proses hukum berjalan secara profesional. “Dan tidak boleh ada kekebalan hukum meski pelaku adalah guru besar atau tokoh terkemuka. Hukum harus berdiri tegak, tanpa pandang bulu. Siapa pun pelakunya, harus bertanggung jawab di hadapan hukum," tegas mantan Menko PMK tersebut.