UPdates—Seorang residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Padjadjaran yang sedang melakukan praktek di RS Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat diduga membius dan memerkosa seorang wanita yang sedang menjaga ayahnya yang dirawat di ICU.
You may also like : Bius Istri lalu Undang Puluhan Pria untuk Memperkosanya, Eks Suami Dipenjara 20 Tahun
Kepala Kantor Komunikasi Publik Universitas Padjadjaran Dandi Supriadi saat dikonfirmasi wartawan pada Rabu, 9 April 2025 membenarkan kejadian mengerikan itu.
You might be interested : Sukabumi Dikepung Bencana, BNPB Imbau Wilayah Lain di Indonesia Siaga
Insiden ini terjadi pada pertengahan Maret 2025 di lingkungan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
“Terduga telah diberhentikan dari program PPDS karena telah melakukan pelanggaran etik profesi berat dan pelanggaran disiplin, yang tidak hanya mencoreng nama baik institusi dan profesi kedokteran, tetapi juga telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku," tulis Universitas Padjadjaran-RSHS dalam keterangan resmi sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari X.com, Rabu, 9 April 2025.
Sebagaimana dihimpun keidenesia.tv dari berbagai sumber, pemerkosaan ini berawal ketika terduga pelaku, seorang dokter berinisial PAP menemui korban yang saat itu sedang menunggui bapakya yang dirawat di ICU. Pasien saat itu sedang persiapan untuk operasi dan membutuhkan darah.
Pelaku kemudian menawarkan bantuan ke cewek itu. Ia menawarkan ke anak pasien crossmatch atau pemeriksaan kecocokan darah antara donor dan penerima sebelum transfusi darah. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi risiko reaksi transfusi.
Kepada korban, pelaku mengatakan bahwa ia bisa membantu crossmatch agar prosesnya bisa lebih cepat.
Tanpa curiga sedikitpun, korban kemudian menyatakan persetujuannya. Pelaku lantas membawa korban ke gedung MCHC di lantai 7. Ini adalah gedung baru dan lantai 7-nya masih kosong.
Setelah mereka tiba di lantai 7, korban disuruh mengganti baju yang dikenakannya. Oleh pelaku, korban diminta memakai baju pasien. Selanjutnya, pelaku memasang akses intravena (IV). Akses IV ini sering digunakan untuk transfusi darah dan keperluan medis lainnya.
Karena korban juga tidak paham prosedur crossmatch seperti apa, ia manut-manut saja dan mengikuti semua perintah serta keinginan pelaku.
Saat itulah, pelaku memasukkan midazolam. Ini adalah obat golongan benzodiazepin yang diberikan sebelum operasi, untuk mengatasi rasa cemas, membuat pikiran dan tubuh menjadi rileks, serta menimbulkan rasa kantuk dan tidak sadarkan diri. Obat ini bekerja dengan cara memperlambat kerja otak dan sistem saraf.
Saat gadis itu mulai tak sadarkan diri, pelaku kemudian memperkosa korban. Rudapaksa itu dilakukan pelaku sekitar tengah malam.
Usai melakukan aksi bejatnya, pelaku menunggu korban sampai agak sadar dan pengaruh midazolam hilang sekitar pukul 4 pagi. Sembari menunggu, pelaku mondar-mandir di lorong lantai 7 tersebut untuk memastikan situasinya aman.
Korban kemudian mulai sadar sekitar pukul 4 atau pukul 5 subuh. Ia kemudian berjalan di lorong lantai 7. Karena pengaruh bius itu masih ada, korban sempat sempoyongan.
Beberapa jam setelah pemerkosaan itu, korban akhirnya mulai merasakan hal aneh pada dirinya. Selain tangan bekas akses IV, ia juga merasakan sakit di area kemaluannya.
Curiga dengan kondisinya, korban kemudian minta visum ke SPOG dan ditemukan ada bekas sperma. Setelah dilakukan pengecekan ke lantai 7 gedung MCHC, ternyata juga ditemukan banyak bekas sperma yang berceceran di lantai.
Dengan pendampingan dari Unpad dan RSHS Bandung, korban kemudian melaporkan kejadian itu ke Polda Jawa Barat. Pelaku akhirnya ditangkap dan ditahan pada 23 Maret 2025.
Setelah pemerkosaan itu, MCHC 7 langsung dipasangi police line. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengatakan pihaknya menemukan beberapa barang bukti seperti obat bius dan kondom di TKP.