UPdates—Profesi apa pun bisa menjadi jalan rezeki untuk berhaji. Pasangan suami istri asal Kota Sibolga, Sumatera Utara, Askar Simbolon (75 tahun) dan Asniar Pasaribu (69 tahun) sudah membuktikannya.
You may also like : Sejarah Hari Ini, 11 Maret: Hari COVID-19
***
You might be interested : Pusing saat Keluar dari Toilet Pesawat, Jemaah Haji Indonesia Wafat di Bandara Madinah
Setiap pagi, sebelum ayam berkokok, Askar sudah terbangun dan mulai mempersiapkan dagangannya. Beras, gula, telur, minyak goreng, sabun, hingga kopi sachet satu per satu ia tata di warung sembako miliknya.
Warung kecil itu menempel di bagian depan rumah mereka. Tak pernah ramai, tapi cukup untuk mengalirkan rezeki harian.
Dari warung sederhana itulah Askar dan Asniar menggantungkan harapan mereka selama puluhan tahun. Bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi juga mewujudkan impian mereka berangkat ke Tanah Suci.
Belasan tahun mereka menabung. Rupiah demi rupiah mereka kumpulkan dari hasil jualan sembako rumahan dari warung kecil tersebut.
"Kadang sehari cuma laku lima bungkus mie instan, tapi kami tetap bersyukur, yang penting bisa nyisihin meski sedikit," kata Asniar sambil mengusap matanya sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi Kemenag.
Air mata haru tak bisa dibendung Asniar bersama suaminya saat mengenang bagaimana perjuangan mereka untuk menunaikan ibadah haji tahun ini.
Mereka butuh beberapa tahun untuk bisa mendaftar secara resmi karena terbatasnya penghasilan. Setelah itu, mereka kembali harus menunggu antrean selama belasan tahun.
Tahun-tahun berlalu membuat mereka semakin menua. Perjuangan mereka pun semakin sulit dengan berbagai penyakit yang muncul karena faktor usia.
“Waktu daftar, saya masih kuat angkat karung beras sendiri. Sekarang sudah harus pakai tongkat bahkan dipapah oleh istri saya. Penyakit sudah banyak di umur tua ini,” ujar Askar seraya tersenyum saat membagikan kisahnya kepada Humas Kemenag Sibolga, Kamis, 8 Mei 2025 lalu.
Tak hanya usia yang semakin menua, berbagai cobaan hidup juga memaksa mereka berjuang lebih dari orang lain yang punya impian mengunjungi Baitullah.
Pandemi COVID-19 pada 2020 silam sempat memukul keras usaha kecil mereka. Penjualan turun drastis. Mereka hanya bisa bertahan dengan menjual barang-barang kebutuhan pokok ke tetangga. Karena situasi saat itu begitu sulit, mereka bahkan terpaksa menjual barang-barang itu dengan cara mengutangkannya ke tetangga mereka.
Saat ikhtiar mereka untuk menambah jumlah tabungan semakin sulit, cobaan lain yang jauh lebih berat datang menghampiri lansia yang tinggal di sebuah rumah sederhana di batas Kota Sibolga itu.
Mereka kehilangan salah satu anak yang menjadi tulang punggung keluarga. Kesedihan ditinggal buah hati tercinta membuat mereka sempat enggan melanjutkan niat berhaji.
Tapi Asniar dan Askar beruntung. Keduanya dikelilingi orang-orang yang sangat peduli pada mereka. Dukungan keluarga dan jiran tetangga membuat semangat mereka perlahan-lahan bangkit kembali.
Dan, awal 2025 lalu, mereka menerima kabar gembira dari Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Sibolga. Nama mereka masuk dalam daftar keberangkatan jemaah haji 2025.
Mereka tergabung di kelompok terbang (Kloter) 23 Embarkasi Medan yang bergabung dengan JCH asal Kota Medan dan Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta). Kabar itu membuat pasangan suami istri itu tak kuasa menahan air mata.
“Rasanya seperti mimpi. Belasan tahun kami menunggu. Sekarang, saat fisik mulai rapuh, Allah tetap beri kami kesempatan,” ujar Asniar dengan suara bergetar.
Warga kampung mereka pun ikut terharu. Banyak yang datang ke rumah mereka untuk mengantar dan mendoakan. Anak-anak mereka juga bergotong-royong membantu membelikan perlengkapan haji buat mereka.
Kini, Askar dan Asniar sudah siap melakukan perjalanan menunaikan rukun Islam yang kelima. Meskipun tubuh mereka renta, semangat dan keyakinan dalam hati begitu besar membuat mereka bisa melangkah dengan pasti.
“Banyak yang bilang kami sudah tua, tapi bagi kami, ini perjalanan menuju puncak cinta pada Allah. Kami ingin berangkat dan pulang dengan hati yang bersih,” ujar pasutri ini.
Kisah Askar dan Asniar menjadi inspirasi bagi banyak orang di kampung mereka bahwa ketulusan, kesabaran, dan usaha kecil yang konsisten bisa membawa siapa pun ke mimpi besar, bahkan hingga ke Tanah Suci.