UPdates - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengizinkan 382 kapal nelayan di Sulawesi Selatan beroperasi kembali meski belum dilengkapi dengan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) atau Vessel Monitoring System (VMS). Kebijakan ini bersifat sementara hingga Desember 2025.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel, Muhammad Ilyas, menyampaikan Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Perintah Berlayar (SPB) kini dapat diterbitkan kembali untuk kapal-kapal yang belum memasang VMS. Keputusan ini diambil setelah rapat koordinasi antara Pemprov Sulsel dan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Senin, 14 April 2025.
“Alhamdulillah, sore ini sudah ada konfirmasi dari Direktur Pengendalian Operasi Armada bahwa kapal-kapal yang belum memasang VMS dapat kembali beroperasi,” kata Ilyas dikutip Keidenesia dari laman resmi Pemprov Sulsel, Rabu, 16 April 2025.
Relaksasi ini diberikan sebagai respons atas permohonan DKP Sulsel, yang didorong oleh aspirasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel. Ilyas mengungkapkan, penghentian operasional kapal nelayan dikhawatirkan berdampak signifikan terhadap ekonomi daerah, terutama bagi nelayan kecil.
“Sembari mengupayakan bersama pemasangan VMS sesegera mungkin. Baik mandiri maupun berupa bantuan dari pemerintah daerah masing-masing,” tegasnya.
Menurutnya, masalah serupa juga terjadi di berbagai provinsi lain. Untuk itu, Pemprov Sulsel akan mengupayakan percepatan pemasangan VMS melalui bantuan pemerintah maupun secara mandiri oleh pemilik kapal.
“Kami juga sedang mengalokasikan anggaran subsidi pengadaan VMS melalui APBD Perubahan 2025, terutama untuk kapal di bawah 30 GT,” ujarnya.
Ketua DPD HNSI Sulsel, Andi Chairil Anwar, menyambut baik kebijakan tersebut. Dia mengaku bersyukur upaya bersama DKP Sulsel diapresiasi positif oleh KKP.
"Pada prinsipnya kami sambut gembira dan bersyukur karena upaya kami dari HNSI berkordinasi dengan Pemprov sulsel melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel diapresiasi posistif oleh KKP," sebutnya.
Ia menyebut, proses penerbitan SLO dan SPB mulai berjalan sejak keputusan tersebut diumumkan. “Sore ini, pemilik kapal sudah melaporkan bahwa layanan SLO dan SPB kembali berjalan,” ujarnya.
Dia berharap kebijakan ini menjadi solusi jangka panjang, mengingat April hingga Agustus merupakan musim tangkap utama bagi nelayan. HNSI Sulsel juga tengah mempersiapkan surat untuk Komisi IV DPR RI agar aturan pemantauan kapal dapat memberi kepastian bagi nelayan.
Sebelumnya, kewajiban pemasangan VMS bagi kapal-kapal yang beralih ke izin pusat menuai pro-kontra. Teknologi ini dianggap penting untuk memantau aktivitas penangkapan ikan dan mencegah praktik ilegal, namun biaya pemasangan yang mencapai Rp 10–15 juta per unit menjadi hambatan besar bagi nelayan tradisional.