UPdates—Ormas yang meminta tunjangan hari raya (THR) marak bermunculan menjelang Lebaran. Ini fenomena yang terjadi setiap tahun dan tidak bisa diselesaikan pemerintah.
You may also like : Sidang Sengketa Pilkada Dimulai Pekan Depan, Ini Imbauan Komisi II ke MK
Menanggapi kondisi ini, Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mendorong pemerintah memperkuat regulasi dan pengawasan karena tindakan ormas dinilai sudah meresahkan dunia usaha dan instansi pemerintah.
You might be interested : 25 Daerah Pilkada Ulang, DPR: Evaluasi KPU dan Bawaslu!
"Pemerintah mestinya bertindak atas fenomena tahunan ini, karena peristiwa ini berulang setiap tahun tetapi tidak ada penyelesaian secara tuntas,” kata Muhammad Khozin dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 26 Maret 2025 sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI.
Politikus yang kerap disapa Gus Khozin itu menilai peran ormas seharusnya berorientasi pada kontribusi positif bagi masyarakat. Itu sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Menurutnya, pengawasan dan regulasi yang lebih ketat dapat menjadi solusi agar keberadaan ormas tetap selaras dengan tujuan awalnya, yakni meningkatkan kesejahteraan sosial dan memperkuat solidaritas komunitas.
Gus Khozin menilai, fenomena yang terjadi saat ini bertentangan dengan esensi keberadaan ormas yang berfungsi sebagai ruang artikulasi dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 dan 6 UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Dalam UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Ormas disebutkan sejumlah larangan terhadap ormas. Di antaranya terdapat di Pasal 59 ayat (3) huruf c yakni larangan ormas melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman, dan atau ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Politisi Fraksi PKB ini menegaskan, pendekatan berbasis hukum yang adil dan terukur menjadi kunci dalam menangani kasus-kasus seperti ini.
“Menanggapi fenomena ormas menjelang lebaran ini dapat didekati dengan Pasal 59 ayat (3) huruf c UU No 16 Tahun 2017 tentang Ormas, karena tindakan tersebut mengganggu ketentraman dan ketertiban umum,” ujarnya.
Perlu juga kata dia penjatuhan sanksi administratif kepada ormas berupa pencabutan izin terdaftar atau sanksi pidana.
“Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum ormas atau sanksi pidana dapat ditempuh oleh pemerintah bila ada ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam Pasal 59 ayat (3) UU No 16 Tahun 2017 tentang Ormas,” jelas Khozin.
Ia menekankan bahwa pengawasan terhadap ormas harus dilakukan secara berkelanjutan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Ke depan, proses pendaftaran ormas juga harus lebih teliti agar organisasi yang terbentuk benar-benar berorientasi pada kepentingan sosial dan kebangsaan.
"Keberadaan ormas sebagai manifestasi dari kebebasan berkumpul harus tetap diatur oleh undang-undang. Bagi ormas yang menebar ketakutan dan mengancam ketentraman harus dilakukan penegakan hukum,” tegasnya.
Dengan pendekatan yang lebih sistematis, regulasi yang jelas, serta pengawasan yang berkelanjutan, keberadaan ormas di Indonesia dapat semakin kuat dalam menjalankan peran positifnya bagi masyarakat.