UPdates - Setiap 19 Februari, dunia memperingati Hari Pencegahan Plagiarisme sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran terhadap masalah plagiarisme yang terus berkembang di berbagai sektor, termasuk dunia akademis dan media. Peringatan ini diadakan di seluruh dunia guna menarik perhatian publik terhadap dampak negatif plagiarisme dalam berbagai industri dan tempat kerja.
Disadur Keidenesia dari laman National Today, Rabu, 19 Februari 2025, plagiarisme merujuk pada tindakan mengambil karya orang lain dan mengklaimnya sebagai hasil kerja sendiri. Tindakan ini dapat mencakup pencurian ide, bahasa, ekspresi, hingga penyajian karya asli lainnya.
Dalam dunia akademis dan jurnalisme, plagiarisme dipandang sebagai pelanggaran etika yang sangat serius, yang dapat menimbulkan sanksi berat bagi pelakunya, mulai dari dihindari hingga diberi hukuman sesuai dengan perbuatannya.
Meskipun di beberapa negara seperti India dan Polandia plagiarisme dapat dikenai sanksi hukum, di banyak negara lainnya tindakan ini lebih banyak dipandang sebagai pelanggaran hak cipta yang merugikan hak moral penulis atau kreator.
Meskipun demikian, plagiarisme juga dianggap sebagai masalah perdata yang dapat menyebabkan kerugian bagi kreator asli dan berpotensi dihukum melalui jalur hukum.
Dalam dunia akademis, plagiarisme sering kali dianggap sebagai bentuk penipuan, terutama ketika seseorang menjiplak karya orang lain untuk meraih penghargaan, posisi, atau pekerjaan tertentu. Konsekuensi dari tindakan ini bisa sangat berat, termasuk skorsing atau pengusiran dari institusi terkait.
Sementara itu, dalam industri seni dan media, plagiarisme menjadi isu yang lebih kontroversial. Seni sering kali melibatkan penggunaan ulang, penyalinan, atau penggabungan karya yang ada, yang dapat menimbulkan kebingungannya tersendiri dalam menentukan batasan plagiarisme.
Oleh karena itu, untuk dapat menilai plagiarisme secara tepat, dunia akademis dan jurnalisme tetap menjadi ruang utama untuk penegakan aturan ini.