UPdates - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang penuh kebahagiaan dan kebersamaan bagi umat Muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
You may also like : Viral! Panitia dan Jemaah Salat Idul Fitri di Makassar Hampir Ricuh, Ini Penyebabnya
Di Sulawesi Selatan, masyarakat Bugis memiliki cara unik dalam merayakan Lebaran, menggabungkan perayaan keagamaan dengan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun untuk mempererat silaturahmi dan menjaga ikatan sosial.
You might be interested : Menteri Perhubungan Usulkan THR Lebaran 2025 Dipercepat
Selain menjadi perayaan religius, tradisi Lebaran di kalangan masyarakat Bugis juga menjadi sarana penting untuk menjaga hubungan antarkeluarga dan memperkokoh identitas budaya. Meski zaman terus berkembang, tradisi ini tetap dilestarikan dengan penuh makna dan semangat.
Beberapa tradisi khas masyarakat Bugis saat merayakan Idul Fitri yang masih hidup hingga kini antara lain Massiara’ dan Mabbaca Doang. Tradisi ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga memiliki nilai yang dalam bagi kehidupan sosial masyarakat Bugis.
Ilustrasi massiara' adat Bugis (Foto: Web iStock).
Setelah menjalankan shalat Idul Fitri dan Mabbaca Doang, masyarakat Bugis akan melanjutkan dengan tradisi Massiara’, yaitu saling mengunjungi rumah keluarga dan kerabat.
Tradisi ini menjadi momen untuk saling bermaafan, sekaligus mempererat tali persaudaraan antaranggota keluarga. Biasanya, yang lebih muda mengunjungi orang tua, kakek-nenek, atau tokoh masyarakat untuk meminta restu dan bersalaman.
Sebagai tanda penghormatan, para tamu yang datang akan disambut dengan ramah, dihidangkan berbagai hidangan khas seperti burasa’, coto Makassar, pallubasa, dan aneka kue tradisional seperti bagea dan barongko.
Massiara’ tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga sebagai wujud penghargaan terhadap nilai kekeluargaan yang dijunjung tinggi dalam budaya Bugis.
Tradisi mabbaca doang saat idul Fitri (Foto: web Madika.id).
Selain Massiara’, tradisi Mabbaca Doang menjadi bagian penting dalam perayaan Idul Fitri masyarakat Bugis. Biasanya, tradisi ini dipimpin oleh seorang imam atau tokoh agama setempat.
Imam akan membacakan doa dalam bahasa Bugis atau Arab, yang berisi permohonan ampunan, keberkahan, dan keselamatan bagi seluruh keluarga dan masyarakat.
Tidak jarang, setelah pembacaan doa, acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan dzikir bersama. Tradisi ini bukan hanya menjadi ajang untuk memperkuat spiritualitas, tetapi juga mempererat hubungan antartetangga dan komunitas.
Setelah doa selesai, masyarakat akan saling bersalaman dan bermaafan, memperkokoh ikatan sosial dan menghargai satu sama lain.
Melalui tradisi Mabbaca Doang dan Massiara’, masyarakat Bugis menunjukkan betapa pentingnya menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya sebagai ajang kebahagiaan, Lebaran bagi masyarakat Bugis adalah momen untuk mempererat hubungan sosial, memperkokoh ikatan keluarga, serta melestarikan nilai-nilai budaya yang telah ada sejak lama.
Dalam perkembangan zaman yang terus berubah, tradisi-tradisi ini tetap dipertahankan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan untuk menjaga keseimbangan kehidupan bermasyarakat.
Dengan semangat kebersamaan, masyarakat Bugis menjadikan Idul Fitri bukan hanya sebagai perayaan agama, tetapi juga sebagai momentum untuk mempererat ikatan sosial dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.