Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra (tengah) didampingi Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kanan) serta Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai (kiri). (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc)

Yusril Pastikan Pemulangan Napi Narkoba Vonis Mati ke 3 Negara, DPR: Hati-hati

14 December 2024
Font +
Font -

UPdates—Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Pemerintah segera menuntaskan perundingan permintaan transfer (pemulangan) narapidana dari tiga negara.

You may also like : cuplikan layar 2024 12 11 104447Video Detik-Detik Pohon Tumbang dan Tewaskan 2 Turis di Monkey Forest Ubud Bali

Tiga negara yang sudah mengajukan kepada pemerintah Indonesia untuk memulangkan warganya yang divonis mati karena kasus narkoba yaitu Filipina, Australia dan Prancis.

You might be interested : andreas dpr pdipPemindahan Napi Narkotika Bali Nine Terkesan Ditutup-tutupi, DPR: Kita Didikte Australia

Yusri mengungkapkan, perundingan dengan Prancis dan Filipina sudah final dan ditandatangani. Sementara itu, untuk Australia, dia mengindikasikan prosesnya masih mendekati final.

"Tapi tentu ada sejumlah masalah di dalam negeri Australia yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Jadi persoalan ini boleh dikatakan pada level pemerintahan dengan Filipina sudah final, dengan Australia on process," kata Yusril usai melakukan rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari RRI.co.id, Sabtu, 14 Desember 2024.

Permintaan pemulangan Narapidana asal Filipina yakni atas nama Mary Jane Veloso. Marry Jane merupakan narapidana narkoba yang divonis hukuman mati. Lalu, lima warga Australia yang tergabung dalam kasus Bali Nine yang sebagian besar juga divonis mati. Kemudian Prancis, mereka meminta pemulangan Serge Atlaoui, juga terpidana mati dalam kasus narkoba.

"Jadi terhadap kasus Marry Jane itu karena memang dijatuhi pidana mati, maka eksekutornya adalah Jaksa Agung. Tapi karena dipindahkan ke negara lain, maka tanggung jawab pembinaan terhadap narapidana ada pada pemerintah Filipina. Mereka sudah sedia untuk menerimanya, dengan status tetap sebagai narapidana mati," jelas Yusril.

Setelah pemindahan, Yusril menyebut pemerintah Filipina dapat memberikan pengampunan atau tidak kepada Mary Jane. "Dengar-dengar mereka akan memberikan pengampunan dan akan mengubah menjadi pidana sumber hidup," bebernya.

Sementara terkait kasus Bali Nine yang ditangkap pada 2005 karena mencoba menyelundupkan 8 kilogram heroin di Bali, kata Yusril, perundingan dengan negara asal narapidana juga sudah hampir final. Dengan demikian, pemerintah berharap permasalahan perpindahan narapidana akan selesai bulan ini.

"Baik Filipina maupun dengan Australia akan kita laksanakan Insyaallah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pada bulan Desember ini mudah-mudahan semuanya sudah selesai, bahkan sebelum hari Natal mudah-mudahan sudah selesai," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, mengingatkan Pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait transfer narapidana asing (transfer of prisoner) ini.

“Permintaan pemindahan narapidana oleh berbagai negara dapat menciptakan tantangan bagi penegakan hukum di Indonesia,” ujar Pangeran dalam keterangan pers sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Sabtu, 14 Desember 2024.

Indonesia belum memiliki dasar hukum yang kuat terkait pemindahan narapidana asing. Proses transfer hanya didasarkan pada perjanjian bilateral atau pendekatan diplomasi.

Pangeran menyoroti bahwa tanpa dasar hukum yang jelas, pemindahan narapidana asing dapat menimbulkan persoalan baru dalam sistem hukum Indonesia. “Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini berpotensi memperburuk ketimpangan dalam sistem peradilan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi hukum,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia pernah menolak transfer narapidana Australia, Schapelle Corby, pada masa pemerintahan sebelumnya karena ketiadaan Undang-Undang Pemindahan Narapidana. Keputusan berbeda kali ini, menurutnya, dapat memunculkan anggapan bahwa Indonesia menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum.

Meskipun transfer narapidana dimungkinkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Pangeran menilai bahwa proses tersebut membutuhkan aturan turunan yang lebih rinci.

“Kami berharap Pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat keputusan. Jangan sampai menabrak konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi,” ujar Politisi Fraksi PAN ini.

Berbagai pakar juga mempertanyakan pendekatan Pemerintah dalam transfer of prisoner. Tanpa Undang-Undang Pemindahan Narapidana, keputusan ini dianggap dapat menimbulkan diskriminasi hukum dan menciptakan preseden buruk.

Pangeran khawatir bahwa penerapan hukum yang tidak adil dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum, bahkan memicu peningkatan tindak kriminal dan konflik sosial.

“Penegakan hukum dengan standar ganda dapat mengakibatkan erosi kepercayaan publik dan kepatuhan terhadap hukum itu sendiri,” jelas legislator dari Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan I ini.

Ke depan, Pangeran menekankan pentingnya keadilan dalam setiap keputusan hukum. Ia meminta Pemerintah untuk bijaksana dan mempertimbangkan masukan dari para pakar sebelum memutuskan pemindahan tahanan asing.

“Indonesia perlu memiliki dasar hukum khusus terkait pemindahan narapidana asing agar keputusan ini tidak menimbulkan pertanyaan serius tentang penegakan hukum di Indonesia,” tutupnya.

Font +
Font -