Legiman dan istri (Foto: Kemenag)

4 Kisah Jemaah Haji 2025 Indonesia yang Menggetarkan Jiwa: Dari Tabungan Rp1.000 hingga Penantian 55 Tahun

10 May 2025
Font +
Font -

UPdates—Berhaji adalah panggilan Allah SWT. Sang Khalik yang memilih siapa yang punya takdir mengunjungi Baitullah untuk menyempurnakan keislamannya.

You may also like : haji indonesiasetkabgo 1654430849Daftar Kuota Haji Reguler 2025 Tiap Provinsi di Indonesia, Sulsel Dapat Segini

Mereka yang tabah, sabar, bersungguh-sungguh berjuang dengan iman dan keyakinan akan mendapat panggilan Tuhan-Nya, dialah orang-orang terpilih.

Mengawali laporan rutin haji 2025 keidenesia.tv, berikut empat kisah menggetarkan jiwa jemaah haji Indonesia tahun ini:

Legiman, Menabung Seribu per Hari sejak 1986

Namanya Legiman (66 tahun). Warga Dusun Glagahombo Kelurahan Ngampin, Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang ini sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan.

Tugas Legiman, mengambil sampah rumah tangga. Profesi ini sudah digelutinya puluhan tahun. Dari upah hasil kerjanya, Legiman menabung seribu setiap hari sejak 1986.

Profesi petugas kebersihan sudah dilakoninya sejak 1976. Setiap hari, ia berangkat pukul 07.30 WITA untuk mengambil sampah di rumah-rumah warga dengan sepeda motor dan gerobak. Hingga pukul 12.00 WITA siang, setidaknya ia sudah menyelesaikan pengambilan sampah di 50 rumah warga di wilayah Ngampin dan sekitarnya.

Awalnya, Legiman menabung itu untuk mengatasi ketidakpastian pendapatan. Namun, siapa sangka pada 2012, uang tabungannya terkumpul hingga Rp55 juta. Setelah memperoleh dukungan dari tiga anaknya, uang itu ia gunakan untuk mendaftar haji bersama istrinya.

“Alhamdulillah. Yang penting daftar dulu. Nanti masalah pelunasan dan uang saku dipikir belakangan,” kata Legiman menirukan anak-anaknya waktu itu sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi Kemenag, Sabtu, 10 Mei 2025.

Setelah mendaftar haji pada 2012, Legiman dan istrinya semakin giat menabung. Selain menyisihkan seribu rupiah setiap hari dari penghasilannya mengambil sampah, Legiman juga menabung dari hasil sampingan menjual barang-barang rongsokan.

"Kalau menabung itu kalau semua kebutuhan rumah sudah cukup. Sebab, kewajiban laki-laki itu mencukupi kebutuhan istri dan anak," jelasnya.

Kerja keras Legiman berbuah hasil. Tahun ini, dia tercatat sebagai salah satu Jemaah dan akan berhaji bersama istrinya, Baniyah (66).

Legiman dan istrinya tahun ini masuk dalam kelompok jemaah haji berhak melunasi dengan status cadangan. Namun, karena masih ada kuota yang tersedia, keduanya masuk jemaah cadangan berhak lunas yang bisa berangkat tahun ini. Mereka tergabung dalam kloter 35 bersama dengan Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah.

“Alhamdulillah tentu kami turut gembira. Karena dari kisah Mbah Legiman ini kita belajar bahwa haji itu tidak semata panggilan Allah yang harus diperjuangkan, akan tetapi juga butuh pengorbanan,” kata Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Semarang Ta’yinul Biri Bagus Nugroho.

Asma Tanjung, Pedagang Sate yang Berjuang 55 Tahun

Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Peribahasa itu mewakili kisah ketekunan seorang ibu pedagang sate di Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal bernama Asma Tanjung binti Muhammad Khatib Sulaiman.

Nenek berusia 78 tahun itu bekerja sebagai pedagang sate di Panyabungan untuk mewujudkan impiannya ke Tanah Suci. Setelah penantian selama 55 tahun, ia mendapat undangan untuk mengunjungi negeri terbaik dan paling dicintai Allah SWT.

Asma Tanjung menghabiskan hampir seluruh hidupnya sebagai pedagang sate di pasar baru Panyabungan. Ia mulai berjualan sejak 1970.

Meski penghasilannya kecil, sebagai seorang muslim, Asma Tanjung ingin menunaikan ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima. Ia punya keinginan kuat untuk mengunjungi Ka'bah di tanah suci Makkah.

Sejak awal, Asma Tanjung dan suaminya menanamkan niat untuk naik haji bersama. Namun, impian itu tampak seperti hal yang mustahil bagi seorang penjual sate, terutama dengan meningkatnya kebutuhan keluarga. Meski demikian, Asma Tanjung tidak pernah menyerah. Ia terus menabung dari penghasilannya yang terbatas, menyisihkan sedikit demi sedikit dari setiap tusuk sate yang terjual.

Meski hidup dalam kesederhanaan, Ibu dari lima anak ini tak pernah putus asa. Bersama suaminya, ia mencanangkan niat untuk naik haji, meski tantangan selalu datang. Keinginan itu kadang terhalang oleh kebutuhan sehari-hari, dan saat malam tiba, Asma Tanjung sering merefleksikan perjuangannya, berharap mimpi itu tak hanya menjadi angan-angan.

Setelah suaminya meninggal pada 2009, Asma Tanjung mendaftarkan tabungan haji pertamanya pada 2012. Dibutuhkan waktu 32 tahun untuk mewujudkan pendaftaran tabungan haji pertama itu.

Selama bertahun-tahun, setiap koin yang terkumpul adalah simbol ketekunan dan cinta yang tak pernah pudar untuk menyempurnakan rukun Islam.

Kini, setelah 55 tahun berjuang dan menabung, Asma Tanjung akhirnya mendapat kesempatan berangkat haji. Dia tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 05 Embarkasi Medan (KNO-05) dan berangkat 5 Mei 2025 lalu. Ia berangkat bersama ratusan jemaah haji lainnya dari Masjid Agung Nur Ala Nur Aek Godang, Desa Parbangunan Kec. Panyabungan.

Sumarno, Sakit Parah Bertahun-tahun, Jualan Pentol Bakso Keliling Demi ke Baitullah

Jika Anda punya cita-cita berhaji, maka niatkanlah. Setelah itu, yakinkan diri dan berusahalah.

Sumarno Dirjo Romentu memegang prinsip ini. Warga Desa Pasedan Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang itu punya tekad kuat meski ia hanya seorang penjual pentol bakso keliling.

Tahun ini, ikhtiarnya yang tak kenal lelah berbuah manis. Bersama istrinya, Sukarti mereka mendapat panggilan ke baitullah setelah menyisihkan uang hasil jualannya selama 27 tahun.

“Sebelum menekuni jualan pentol bakso, saya dan istri adalah seorang buruh tani yang kesusahan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bahkan pada tahun 1990-an pernah mengalami sakit parah selama bertahun-tahun,' kata Sumarno di Rembang, Selasa, 6 Mei 2025.

Nasibnya berubah pada 1997 ketika seorang warga Blora berjualan mie rebus di depan rumahnya. “Tahun 1997, ada orang Blora jualan mi rebus. Katanya lebih enak kalau dimakan sama pentol bakso. Kalau mau jualan sini saya ajari buatnya," ceritanya.

Sumarno menerima tawaran tersebut dan belajar membuat bakso. Setelah dirasa mampu, Sumarno memulai jualan dengan bahan awal 3 kg. Dijajakannya baksonya itu dengan berkeliling di sekitar desa Pasedan.

Setelah satu tahun berjalan tepatnya tahun 1998, sang istri ikut jualan pentol bakso.

Sumarno dan istri berjualan bakso dengan berkeliling desa-desa. Sumarno mengendarai sepeda motor dan istri naik sepeda ontel sampe sekarang. Setiap hari Sumarno mampu membuat 20-25 pentol bakso. Dagangannya tidak pernah tersisa. Selalu habis terjual.

Sumarno bercerita, waktu muda ia pernah bermimpi ziarah kemakam Rasulullah. “Saya bisa berangkat haji mungkin karena dulu pernah bermimpi ziarah ke makam Rasulullah. Lalu penjaga bilang belum saatnya," beber Sumarno.

Dari angan-angan tersebut, ia selalu menyisihkan uang untuk daftar haji. Akhirnya uang terkumpul. Sumarno dan istri mendaftar haji pada tahun 2012, namun karena pandemi, keberangkatannya tertunda. Akhirnya bisa berangkat tahun 2025 dalam kloter 55 dan dijadwalkan berangkat pada tanggal 17 Mei 2025.

Sumarno berpesan untuk selalu bersholawat dan sedekah dalam segala aktivitas agar hidup menjadi berkah.

Sumarno mengaku bahwa setelah pulang dari haji, ia dan sang istri akan tetap mau berjualan pentol bakso keliling.

Salam, Nelayan 95 Tahun yang Sempat Berhenti Melaut karena Usia

Perjuangan panjang dan kesabaran membawa Salam Alifiah (95 tahun) untuk menunaikan ibadah haji. Ikhtiar menabung 15 tahun mengantarkan nelayan asal Kabupaten Sergai ini ke tanah suci.

Calon haji tertua Kabupaten Sergai ini berangkat menunaikan ibadah haji didampingi putranya Sari Gunawan (55). Warga Dusun I Desa Pekan Tanjung Beringin Kec. Tanjung Beringin ini berhaji dengan menabung hasil tangkapan melaut.

"Saya sangat bersyukur akhirnya keinginan menunaikan ibadah haji terwujud meski sudah masuk di usia senja 95 tahun. Bahkan, saya telah menyandang sebutan Canggah atau Datuk karena telah memiliki cucu dan cicit," kata  Kakek Salam.

Suami dari Asiah (70) ini tercatat sebagai calon haji (Calhaj) tertua dari Tanah Bertuah Negeri Beradat, julukan Kabupaten Sergai. Karena faktor usia, keberangkatan haji ayah 6 anak ini didampingi putra ketiganya, Sari Gunawan (55).  Keduanya tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 14 Embarkasi Medan (KNO 14). Mereka berangkat pada gelombang II.

Kakek Salam berbagi cerita bahwa niat berhaji sudah tertanam sejak puluhan tahun, sejak masih aktif sebagai nelayan tradisional. Sejak itu, kakek empat belas cucu ini terus menabung.

“Kadang satu hari bisa menabung Rp10 ribu sampai Rp20 ribu, jika hasil tangkapan lumayan banyak bisa menabung Rp50 ribu. Hal ini rutin dilakukan bapak selama 15 tahun dan sudah terkumpul sekitar Rp25 juta, hingga akhirnya bapak tidak kami perkenankan lagi melaut karena faktor usia,” kata Sari Gunawan.

Sari Gunawan menyebutkan, dengan bekal hasil tabungan orang tuanya yang sempat tersimpan belasan tahun setelah total tidak melaut lagi untuk setoran awal, akhirnya keluarga berembuk, menyelesaikan pelunasan biaya haji dan kebutuhan lainnya yang mencapai sekitar Rp20 juta lebih.

”Alhamdullilah. meski keinginan ayah kami sempat tertahan puluhan tahun untuk berhaji, Insya Allah tahun ini akan terwujud, bahkan bukan itu saja, saya juga bersyukur bisa ikut berhaji mendampingi ayah ke tanah suci yang telah dijadwalkan akan berangkat pertengahan Mei mendatang, ” ungkap Sari Gunawan.

Font +
Font -

New Videos

Related UPdates

Popular

Quote of the Day

oprah

Oprah Winfrey

"Banyak orang yang ingin bersama dengan Anda dalam limosin, tapi apa yang Anda inginkan adalah seseorang yang akan bersedia naik bus dengan Anda ketika limosin rusak."
Load More >