Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra (kanan); Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (tengah), dan Menteri HAM Natalius Pigai (Foto: Instagram/Kementerian HAM)

44 Ribu Napi akan Dibebaskan Prabowo, Begini Sejarah Amnesti di Indonesia

16 December 2024
Font +
Font -

UPdates—Presiden Prabowo Subianto akan memberikan amnesti atau penghapusan pidana pada 44 ribu narapidana di Tanah Air. Selain alasan kemanusiaan, amnesti ini dilakukan untuk pengurangan kapasitas berlebih lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia.

Menteri Hak Asasi Manusia (Menham) Natalius Pigai dalam siaran pers kepada wartawan di Jakarta sebagaimana dilansir keidenesia.tv, Senin, 16 Desember 2024 menjelaskan, narapidana yang mendapatkan program penghapusan hukuman ini termasuk mereka yang terjerat kasus politik dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Narapidana politik dan ITE, termasuk tahanan terkait isu kebebasan berpendapat dan berekspresi serta mereka yang dipidana lantaran kasus-kasus penghinaan terhadap Kepala Negara.

"Ini semua sangat berkaitan dengan sisi-sisi kemanusian, dan usaha-usaha untuk rekonsiliasi," kata Pigai.

Selain itu, Presiden Prabowo juga akan memberikan amnesti terhadap narapidana yang sakit berkepanjangan. "Termasuk di dalamnya adalah warga-warga binaan (narapidana) yang mengalami gangguan kejiawaan, serta yang mengidap HIV/AIDS, yang perlu perawatan khusus," ujar Pigai.

Yang juga akan mendapatkan amnesti adalah para narapidana kasus penggunaan narkotika. Penghapusan pidana khusus terhadap para pengguna narkotika tersebut dilakukan karena para pecandu narkoba harusnya menjalani rehabilitasi atau penyembuhan, bukan pemidanaan badan di penjara.

Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas terpisah mengatakan hal senada. Menurutnya, amnesti ini bisa membantu mengurangi kelebihan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan.

“Disamping untuk mengurangi overload kapasitas Lapas kita, juga pertimbangan kemanusian. Beberapa kasus yang terkait ITE Kepala Negara, itu presiden minta untuk diberi amnesti. Juga ada beberapa kasus terkait orang yang sakit berkepanjangan,” katanya.

Terkait jumlah pasti yang akan mendapat amnesti, politikus Gerindra itu menegaskan mereka masih akan membicarakannya dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas)

“Namun demikian, jumlah pastinya baru kami sampaikan setelah kami melakukan asesmen bersama dengan Menteri Imipas,” jelasnya.

Pemberian amnesti bukanlah hal baru di Indonesia. Amnesti pertama kali diberikan Presiden Soekarno ketika menerbitkan Keputusan Nomor 303 tahun 1959 yang memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan D.I./T.I.I. Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, Presiden Soekarno kembali menerbitkan Keputusan Nomor 449 tahun 1961 tentang Pemberian Amnesti dan Abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan dengan skala yang lebih luas. Termasuk pemberontakan Daud Bereueh di Aceh, pemberontakan Kartosuwirjo di Jawa Barat dan Jawa Tengah, hingga pemberontakan Republik Maluku Selatan di Maluku.

Praktik pemberian amnesti dilanjutkan Presiden Soeharto. Amnesti umum dan abolisi diberikan Soeharto kepada para pengikut gerakan Fretelin di Timor Timur baik di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri.

Setelah reformasi, Presiden BJ. Habibie juga memberikan amnesti dan atau abolisi. Selain kepada dua oposisi politik; Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan, Habibie juga memberikan amnesti kepada tahanan politik Papua, Hendrikus Kowip, Kasiwirus Iwop, dan Benediktus Kuawamba.

Font +
Font -