UPdates—Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengungkapkan pemberian daerah Istimewa perlu memikirkan rasa keadilan bagi semua daerah di Indonesia ini. Makanya, harus dipertimbangkan dengan matang.
You may also like : Hasto Ditahan, PDIP Melawan, Ini Instruksi Megawati
Penegasan itu ia sampaikan setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima 341 usul pembentukan daerah otonom baru (DOB) atau pemekaran, di mana enam di antaranya ingin menjadi daerah Istimewa, termasuk Surakarta atau Solo.
You might be interested : Pemilik Pagar Laut sudah "Terkepung"
“Pengkajian mengenai (pemberian status) daerah istimewa itu satu hal yang penting, karena kita tidak gegabah hanya karena faktor-faktor tertentu. Karena pada prinsipnya kita ini satu kesatuan wilayah, satu kesatuan administrasi, satu kesatuan ekonomi, yang antar-daerah itu harus ada perasaan yang adil," tegas Aria sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Jumat, 25 April 2025.
Aria mengatakan, pemberian daerah keistimewaan ini jangan sampai menimbulkan rasa ketidakadilan bagi daerah-daerah lainnya, seperti Solo yang minta pemekaran dari Jawa tengah, dengan berbentuk Daerah Istimewa Surakarta.
Usulan tersebut menurutnya harus mempertimbangkan rekam jejak Kota Solo bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Pasalnya, secara historis, pemberian status Daerah Istimewa itu hanya untuk yang mempunyai suatu kekhususan di dalam proses perlawanan zaman penjajahan dulu. Selain itu, memiliki kekhasan sebagai daerah yang mempunyai kekhususan dan kebudayaan.
Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini menilai belum ada urgensinya untuk memberikan status daerah Istimewa kepada Solo. Ia mengatakan Komisi II belum terlalu tertarik untuk membahas daerah istimewa sebagai sesuatu hal yang mendesak.
"Ya mulai ada keinginan (Solo masuk ke dalam 6 usulan), tapi saya melihat apakah relevansi untuk saat ini? Solo ini sudah menjadi kota dagang, Solo ini sudah menjadi kota pendidikan, kota industri, tidak ada lagi yang mesti diistimewakan, Solo dengan Papua sama," ujarnya.
Daerah Istimewa-Daerah Istimewa diatur dalam Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, di mana negara mengakui dan menghormati pemerintahan yang bersifat khusus dan istimewa.
"Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang," demikian bunyi Pasal 18B ayat (1) UUD 1945.
Saat ini, terdapat dua provinsi yang memiliki status sebagai daerah istimewa. Pertama adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kedua adalah Provinsi Aceh
Yogyakarta memiliki status sebagai daerah istimewa berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Salah satu bentuk keistimewaan DIY adalah dalam tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur yang diusulkan oleh Kasultanan dan Kadipaten.
Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai calon gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai calon wakil gubernur kepada DPRD DIY.
Sementara Provinsi Aceh, keistimewaannya diatur lewat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Namun jauh sebelum itu, Aceh mulai menerima status istimewanya pada 1959 melalui Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959.
Salah satu bentuk keistimewaan Aceh adalah penyelenggaraan pemerintahannya yang berpedoman pada asas ke-Islaman. Aturan penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh disebut dengan Qanun Aceh.