UPdates—Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana mendorong adanya transparansi dalam penulisan ulang sejarah Indonesia, yang tengah dilaksanakan Kementerian Kebudayaan.
You may also like : Anggaran Makan Bergizi Gratis Sisa Rp10 Ribu, DPR Ingatkan di Papua Rp30 Ribu untuk Porsi Sama
Politikus PDIP itu menilai, hingga kini tidak pernah ada kejelasan di ruang publik mengenai siapa saja 113 orang yang disebut-sebut menjadi penulis dalam proyek besar tersebut.
You might be interested : Sekolah Libur Sebulan Selama Ramadan, DPR Minta Dikaji dengan Baik
“Sampai hari ini kita tidak pernah tahu siapa 113 orang itu, hanya editor umumnya saja yang kita ketahui. Bahkan juga ada santer kabar, ada asisten yang mengerjakan,” tegas Bonnie dikutip dari situs resmi DPR RI, Sabtu, 5 Juli 2025.
Menurutnya, bila benar yang ditugaskan adalah para sejarawan dengan reputasi baik, maka mereka sendirilah yang seharusnya menulis, bukan menyerahkannya kepada asisten.
“Kalau misalkan 113 sejarawan ini reputasinya bagus, maka mestinya dialah yang mengerjakan, sehingga tanggung jawab intelektualnya, akademisnya, bahkan bobotnya bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Bonnie mengungkapkan bahwa sejak awal proyek penulisan ini dirancang pemerintah, dirinya bersama anggota Komisi X lainnya telah mendorong dilaksanakannya uji publik dan sosialisasi sedini mungkin, guna mencegah polemik. Namun kenyataannya, kontroversi tetap muncul akibat kurangnya keterbukaan.
“Sejak proyek ini bermula, saya adalah orang yang pertama mempertanyakan siapa yang menulis, dan juga saya yang mengusulkan saat itu bersama kami teman-teman di Komisi 10 juga untuk melaksanakan uji publik dan sosialisasi sesegera mungkin untuk menghindari kontroversi. Dan memang pada akhirnya tetap terjadi,” ujarnya.
Bonnie berharap penulisan ulang sejarah Indonesia ini benar-benar dilakukan secara akuntabel, dengan melibatkan para pihak yang memang kompeten dan diketahui publik.
Terkait mekanisme uji publik, Bonnie mengingatkan agar uji publik tidak dijadikan formalitas semata, melainkan menjadi wadah nyata untuk menyerap masukan masyarakat secara luas.
“Dalam pelaksanaan uji publik pun secara serius, bukan seremoni saja, sehingga bisa menampung masukan banyak dari masyarakat yang pada akhirnya bisa menyempurnakan buku ini dan bisa memenuhi harapan masyarakat,” pungkasnya.