
UPdates—Lagi heboh pemecatan dua guru SMA di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Abdul Muis dan Rasnal. Keduanya sedang berjuang mencari keadilan.
You may also like :
Insentif Guru Honorer Naik Rp100 Ribu per Bulan Mulai 2026
Keduanya dipecat beberapa bulan sebelum pensiun setelah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Mahkamah Agung (MA).
Penyebabnya, sumbangan Rp20 ribu dari orang tua siswa untuk membantu 10 guru honorer yang tidak mendapat gaji selama 10 bulan.
Persoalan ini bermula saat Abdul Muis bersama Rasnal mengusulkan kepada Komite Sekolah agar orang tua murid patungan untuk pembayaran gaji 10 guru honorer. Guru non-ASN itu diketahui belum menerima gaji selama 10 bulan pada 2018 lalu.
Eks Anggota Komite Sekolah SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Supri Balantja membenarkan hal itu. Menurutnya, saat itu Rasnal menjabat sebagai Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara hendak membantu para guru honorer yang tak gajian selama sepuluh bulan.
"Rasnal bersama Abdul Muis kemudian mengusulkan kepada Komite Sekolah agar orangtua murid patungan tanpa paksaan. Usulan ini disetujui. Bahkan, wali murid sendiri yang mengusulkan agar sumbangan digenapkan Rp20 ribu dari sebelumnya Rp17 ribu," kata Supri sebagaimana dilansir Keidenesia.tv dalam rilisnya, Rabu, 12 November 2025.
Namun, dua guru tersebut dilaporkan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Polres Luwu Utara atas dugaan tindak pidana korupsi kategori pungutan liar (pungli). LSM juga menuduh mereka mengancam tidak akan mengikutkan siswa ujian semester jika tidak membayar.
Abdul Muis membantah tudingan itu. "Bagi siswa yang tidak mampu, pembayaran tersebut digratiskan. Bagi siswa yang memiliki saudara yang juga bersekolah, hanya satu yang membayar. Sedangkan bagi siswa yang mampu tetapi belum membayar, tidak ada masalah," kata Abdul Muis kepada awak media usai RDP dengan DPRD Sulsel.
Muis mengatakan, tidak ada siswa yang tidak diikutkan dalam ujian semester hanya karena tidak membayar. “Semua siswa, baik yang telah melunasi maupun belum tetap mengikuti ujian dan lulus dari SMA Negeri 1. Artinya, tidak ada unsur paksaan," jelasnya.
Meski begitu, keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Luwu Utara. Selama proses hukum itu, berkas perkaranya beberapa kali dikembalikan oleh jaksa, karena dianggap tidak cukup bukti sebagai gratifikasi atau tindak pidana korupsi. Namun, kasus mereka akhirnya sampai di meja hijau. Mereka harus menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada 2022.
Dalam sidang putusan di PN Makassar pada 15 Desember 2022, keduanya divonis bebas. Majelis hakim menyatakan Rasnal dan Muis tidak bersalah meminta bantuan orangtua untuk menggaji guru honorer.
Akan tetapi, putusan itu dianulir setelah jaksa Kejari Luwu Utara mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Di tingkat kasasi, MA memutuskan keduanya bersalah dan dihukum penjara 3 bulan serta denda Rp50 juta.
Dalam kasasi, Muis dituduh menerima gratifikasi, dengan alasan terdapat insentif dari tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah.
“Padahal hal itu tidak pernah muncul dalam persidangan sebelumnya, dan dalam putusan juga tidak ada klausul yang menyebutkan bahwa saya harus dipecat," keluhnya.
Rasnal dalam RDP berkeluh kesah karena merasa telah dikriminalisasi. Ia menegaskan, dana komite yang dikelolanya transparan dan semua atas persetujuan orang tua siswa.
"Tapi tetap saja, saya diberhentikan. Saya merasa sangat terpuruk, seperti tidak dihargai lagi sebagai guru," ujar Rasnal.
Sebagai eks Komite Sekolah, Supri menyebut Rasnal dan Abdul Muis tidak sepatutnya divonis penjara dan dipecat. Alasannya, persoalan itu menyangkut antara komite sekolah dan orang tua murid.
"Yang jelas ini sangat menyayat hati, karena perbuatan komite dengan orangtua, bukan pak Rasnal dan Abdul Muis. Ini tidak adil, kalau ini gratifikasi, seharusnya semua yang memberikan itu dipenjara semua. Pak Rasnal tinggal dua tahun pensiun, pak Muis tinggal 8 bulan pensiun tapi diberhentikan," katanya.
Pembelaan juga datang dari Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin. Ia menilai ada yang salah dalam proses pemecatan kedua guru tersebut. "Tentu saja mengusik rasa keadilan dan kemanusiaan kita semua," ujarnya.
Bersama Rasnal dan Abdul Muis, Ismaruddin mengatakan akan meminta pengampunan kepada Presiden RI Prabowo Subianto dengan alasan kemanusiaan.
"Kita memohon kepada Bapak Presiden Prabowo agar memberikan grasi kepada saudara Rasnal dan Abdul Muis sehingga dikembalikan hak dan martabatnya sebagai ASN guru," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan (Sulsel) Iqbal Nadjamuddin menjelaskan surat keputusan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap dua guru di Luwu Utara itu tindak lanjut dari kasus hukum pidana korupsi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
"Pemprov Sulsel hanya menjalankan putusan dan aturan normatif yang berlaku. Prosesnya sudah sesuai aturan ASN. Ketika seorang ASN tersangkut kasus pidana dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap, maka berlaku Undang-undang ASN," jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu, 12 November 2025.
Berdasarkan seluruh proses dan landasan hukum tersebut, Gubernur Sulsel menerbitkan surat keputusan (SK) nomor: 800.1.6.2/3973/BKD tanggal 21 Agustus 2025 tentang PTDH sebagai PNS untuk Rasnal.
Sementara untuk Abdul Muis, pemecatannya tertuang dalam SK Gubernur Sulsel nomor: 800.1.6.4/4771/BKD tanggal 14 Oktober 2025 yang menindaklanjuti putusan MA Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023.
“Jadi, kami harap informasi ini dapat meluruskan pemberitaan yang beredar. PTDH adalah murni akibat kasus tipikor yang telah diputus inkrah oleh Mahkamah Agung," tegas Iqbal.