UPdates—Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid menegaskan, tidak semua platform digital layak diakses bebas oleh anak.
You may also like : Tentara Pakistan Diperintah Tembak di Tempat, 5 Petugas Tewas Bentrok Pendukung Eks PM Imran Khan
Alasannya, terdapat konten yang berisiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan psikologis mereka.
You might be interested : Ngeri, Komdigi Tangani 1,3 Juta Konten Pornografi dan Judi Online di Era Prabowo
Meutya menegaskan pentingnya perlindungan anak-anak di ruang digital dalam momentum peringatan Hari Anak Nasional 2025 di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Jakarta Timur, tengah pekan ini.
“Platform dengan risiko tinggi hanya boleh diakses oleh anak-anak berusia 16 tahun ke atas, dan itu pun harus dengan pendampingan orang tua,” tegas Menkomdigi sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari Info Publik, Jumat, 25 Juli 2025.
Politikus Golkar itu mengangkat prinsip-prinsip utama yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas), termasuk gagasan klasifikasi platform digital berdasarkan risiko dan jenjang usia pengguna.
Dalam regulasi tersebut, setiap platform digital memiliki klasifikasi batas usia anak yang berbeda-beda sesuai tingkat risikonya.
“Platform digital tidak bisa disamaratakan. Karena itu, pemerintah akan mengklasifikasikan akses berdasarkan kategori risiko platform, yaitu rendah, sedang, dan tinggi,” jelasnya.
Ia menegaskan platform berisiko tinggi, seperti yang mengandung pornografi, kekerasan, atau rentan terhadap perundungan, akan dikenakan pembatasan usia yang ketat.
Menurutnya, klasifikasi usia anak dalam mengakses platform digital dibagi dalam beberapa jenjang. Pertama, di bawah 13 tahun, hanya boleh mengakses platform yang sepenuhnya aman, seperti situs edukasi atau platform anak.
Selanjutnya, 13–15 tahun, diperbolehkan mengakses platform dengan risiko rendah hingga sedang.
Kemudian, 16–17 tahun, bisa mengakses platform dengan risiko tinggi, tetapi harus dengan pendampingan orang tua.
Sementara usia 18 tahun ke atas diperbolehkan mengakses secara independen semua kategori platform.
PP Tunas menurut Meutya menjadi tonggak penting dalam menciptakan ruang digital yang lebih aman dan sehat untuk anak-anak. Selain itu aturan ini berperan melindungi anak-anak dari paparan konten negatif yang tidak sesuai usia dan mencegah terjadinya adiksi digital.
Meski demikian, upaya perlindungan anak di ruang digital tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran aktif dari masyarakat, orang tua, dan anak-anak itu sendiri.
Mantan anggota DPR RI itu juga mengajak anak-anak untuk berani melapor jika menjadi korban kekerasan di ruang digital. Anak-anak juga diminta tidak boleh diam jika mengalami perundungan, penipuan, atau ajakan mencurigakan dari orang asing di media sosial.
“Kalau jadi korban perundungan, penipuan, atau dapat ajakan bertemu oleh orang asing, anak-anak jangan diam. Laporkan ke orang tua, guru, atau pihak berwenang. Negara hadir untuk melindungi kalian,” tegasnya di hadapan ratusan siswa.
Peran aktif dari semua pihak diharapkan dapat melindungi anak-anak Indonesia dari dampak negatif internet dan mendorong pemanfaatan ruang digital untuk hal-hal yang positif.