Anggota Komisi III DPR RI Abdullah. (Foto: Dok/vel/DPR RI)

DPR Bingung Kerugian Negara Turun dari Rp968 Triliun Jadi Rp285 Triliun di Kasus Tata Kelola Minyak

16 October 2025
Font +
Font -

UPdates—Anggota Komisi III DPR RI Abdullah mempertanyakan selisih kerugian keuangan dan ekonomi negara dari kasus korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

You may also like : abdullah dpr pkbAnggota DPR PKB Geram, Ada Unsur Babi tapi Permen Berlabel Halal

Pada ekpose awal penyelidikan, Kejagung menyebut kerugian sekitar Rp968,5 triliun bahkan bisa lebih. Namun dalam surat dakwaan, Kejagung menyebut kerugian hanya mencapai Rp285,1 triliun.

You might be interested : bupati sinjaiBupati Perjuangkan Pasar Sentral Sinjai di Kementerian PU, Wabup Temui Anggota DPR

Politikus PKB itu menilai, selisih kerugian negara dengan angka yang sangat besar ini bisa memunculkan spekulasi di ruang publik.

Ia khawatir jangan sampai masalah selisih kerugian negara ini menimbulkan kecurigaan di masyarakat yang berujung pada ketidakpercayaan rakyat Indonesia terhadap institusi penegak hukum.

“Sekarang masyarakat bertanya-tanya, mengapa selisih kerugian dari kasus korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina yang ditangani Kejagung itu sangat besar? Jangan salahkan masyarakat apabila curiga atau berspekulasi atas hal ini,” kata Abdullah, dalam keterangan tertulis Kamis, 16 Oktober 2025 sebagaimana dilansir Keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar pada Rabu, 26 Februari 2025 menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding periode 2018-2023 bisa lebih besar dari Rp193,7 triliun.

Alasannya, angka tersebut hanya untuk kerugian pada 2023. Sedangkan, tindak pidana korupsi ini telah terjadi sejak 2018 hingga 2023.

Apabila angka tersebut dikali lima, sesuai rentan waktu terjadinya perkara, maka kerugian negara disebut bisa mencapai sekitar Rp968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun.

Akan tetapi, berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa pada Senin, 13 Oktober 2025, kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus yang menjerat Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak dari pengusaha minyak Riza Chalid itu dan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa beserta empat terdakwa lainnya hanya Rp285,1 triliun.

Selain perhitungan selisih kerugian yang besar, Abdullah juga mempertanyakan pernyataan Jaksa dalam dakwaannya yang menegaskan tidak ditemukannya praktik oplosan bahan bakar. Padahal sebelumnya, pernyataan ini sempat memicu kegaduhan di publik.

Bagi Abdullah, sikap Kejagung menunjukkan inkonsistensi dan kurangnya transparansi kepada publik. Ditambah lagi, Kejagung menyebut istilah yang dipakai dalam produksi BBM bukan 'oplosan', melainkan 'blending' atau pencampuran komponen bahan bakar dengan kadar oktan (RON) yang berbeda.

“Lebih dari itu, pernyataan dari Kejagung tersebut sempat membuat masyarakat kecewa dan tidak percaya dengan Pertamina. Beberapa masyarakat bahkan sampai mengisi bahan bakarnya di SPBU selain Pertamina, ini tentu merugikan negara,” tegas Abdullah.

Lebih lanjut, Abdullah menyebut Komisi III selaku mitra kerja Kejagung tentu mendukung pemberantasan tindak pidana korupsi. Tapi ia meminta agar praktik pemberantasan korupsi oleh Kejagung mesti dilakukan secara profesional, bukan dengan mengedepankan sensasi dan bombastis untuk pemberitaan media.

Ditegaskan Abdullah, Kejagung dan aparat penegak hukum (APH) mesti profesional, transparan dan akuntabel dalam menindak kasus korupsi yang ada.

"Jangan membuat masyarakat bingung, panik dan menimbulkan ketidakpercayaan yang berisiko menghadirkan kerugian baru lainnya yang tidak terkait dengan kasus korupsi yang sedang diusut,” ujar pria yang akrab disapa Abduh tersebut.

Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu mendorong agar Kejagung dan APH lain dapat bersikap cermat dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi ke publik, mulai dengan memperhatikan detail hal teknis hingga substansi dari kasus korupsi yang ditangani.

“Artinya Kejagung dan APH dapat bekerja sama dengan pihak lain seperti PPATK misalnya sebelum mengumumkan kerugian dari kasus korupsi yang ditangani. Juga bisa berkolaborasi dengan pakar atau akademisi jika dibutuhkan untuk mendalami suatu hal teknis yang belum dimengerti,” pungkas Abduh.

Font +
Font -

New Videos

Related UPdates

Popular

Quote of the Day

20110413t0900 pope john paul ii life 1185595

Pope John Paul II

"Perang adalah kekalahan bagi kemanusiaan."
Load More >