UPdates—Selama lebih dari empat bulan warga Pulau Enggano terisolasi. Mereka seperti "anak tiri" pemerintah.
You may also like : Gempa Magnitudo 5,5 Guncang Bengkulu Selatan, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami
Anggota Komisi VII DPR RI, Erna Sari Dewi pun mengecam lambannya respons pemerintah terhadap krisis keterisolasian yang dialami Pulau Enggano.
You might be interested : 7 Tahanan Salemba Kabur, Karutan Cuti, CCTV Mati, DPR: Ini Aneh
Ia menyebut, bila Enggano memiliki potensi tambang strategis seperti emas atau nikel, perhatian negara kemungkinan akan jauh lebih cepat.
“Pulau-pulau lain yang punya tambang atau sumber daya strategis selalu jadi prioritas. Tapi ketika masyarakat Enggano menghadapi kelumpuhan logistik, panen membusuk, listrik nyaris padam, dan pasien kritis tidak bisa dirujuk ke rumah sakit, negara justru lambat bertindak. Apakah perhatian negara hanya hadir ketika ada potensi ekonomi?” kritik Erna dalam pernyataan pers di Jakarta sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI.
Kondisi keterisolasian itu, menurut Anggota Dewan Dapil Bengkulu ini, dipicu oleh pendangkalan parah di Pelabuhan Pulau Baai, yang menyebabkan kapal perintis tidak dapat bersandar. Akibatnya, jalur logistik utama ke Pulau Enggano terputus dan lebih dari 4.000 warga kini hidup tanpa kepastian.
“Kerugian warga ditaksir mencapai Rp2 miliar per bulan, tapi ini seakan tidak cukup menggugah perhatian pusat. Coba bandingkan dengan wilayah seperti Morowali, Halmahera, atau Tembagapura—satu hari saja pasokan terganggu, kementerian langsung bergerak,” sentilnya.
Erna menekankan bahwa Pulau Enggano memiliki posisi strategis secara geopolitik. Terletak di perlintasan Samudra Hindia, pulau tersebut semestinya menjadi prioritas dalam konteks pertahanan dan kedaulatan negara.
“Negara tidak boleh hadir hanya ketika ada nilai komersial. Masyarakat Enggano adalah warga negara, bukan angka statistik. Mereka berhak atas pelayanan dasar yang adil dan merata,” tegas legislator dari Fraksi NasDem ini.
Sebagai anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi energi dan infrastruktur, Erna mendesak Kementerian Perhubungan untuk segera melakukan pengerukan darurat di Pelabuhan Pulau Baai. Ia juga meminta pengiriman kapal logistik pengganti serta koordinasi lintas kementerian agar krisis segera teratasi.
“Respons cepat dan terpadu sangat diperlukan. Ini bukan sekadar urusan transportasi, tapi menyangkut hak hidup dan martabat warga negara di wilayah terluar,” pungkasnya.
Anggota Komisi V DPR RI Irine Yusiana Roba Putri juga menyoroti kondisi Pulau Enggano yang terisolasi sejak Maret 2025 akibat dangkalnya alur Pelabuhan Pulau Baai, Provinsi Bengkulu. Irine mendesak Pemerintah Pusat untuk melakukan intervensi melalui Kementerian Sosial dan lembaga terkait untuk menjamin ketersediaan pangan dan layanan kesehatan dasar.
Irine menjelaskan bahwa dalam konteks Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, negara berkewajiban menjamin konektivitas antardaerah sebagai bagian dari pelayanan dasar.
Irine pun mengingatkan bahwa Indonesia sudah menekankan komitmen tersebut pada Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 atau Sustainable Development Goals (SDGs). Maka dari itu, ia menilai bahwa seharusnya komitmen tersebut menjadi landasan kuat untuk memastikan tidak ada warga yang tertinggal (no one left behind).
"Kita sering bicara lantang soal SDGs di forum internasional. Tapi mirisnya, masih ada wilayah kita sendiri yang terputus total dari layanan dasar. Ini miris sekali,” tegas Irine.