UPdates—Para penentang perang Israel semakin lantang bersuara seiring rencana pemerintah menduduki kembali Gaza.
You may also like : Mayat Berserakan di Jalan, 6 WNI Relawan Mer-C Selamat di RS Kamal Adwan Gaza
Mereka menilai langkah menduduki Gaza tidak akan meningkatkan keamanan negara, tetapi justru akan membahayakannya.
You might be interested : Operasi Berani Brigade Al-Qassam, Sergap dengan Pisau, 9 Tentara Israel Tewas
“Dari sudut pandang militer, kami telah mencapai titik yang ingin kami capai. Dampaknya sekarang adalah keamanan kami akan menurun,” kata mantan kepala badan keamanan internal Israel, Shin Bet, Ami Ayalon kepada The National sebagaimana dilansir keidenesia.tv pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Menurut Ayalon, mereka yang mengatakan bahwa menduduki kembali Gaza setelah 22 bulan pemboman Israel akan mengakhiri Hamas tidak memahami apa arti pendudukan, atau apa yang akan terjadi jika kelompok militan Palestina tersebut dilenyapkan.
Ia mengatakan Israel telah mencapai tujuan militernya untuk memastikan Hamas tidak lagi menjadi ancaman dengan membunuh para pemimpinnya, termasuk Yahya Sinwar, saudaranya Mohammed Sinwar, dan Ismail Haniyeh. Akan tetapi, hal ini tidak mengakhiri keyakinan yang mereka wakili.
“Anda tidak dapat mengalahkan ideologi dengan menggunakan kekuatan militer, tetapi (sebaliknya) dengan menghadirkan cakrawala yang lebih baik, yaitu negara untuk Palestina. Jika kita tidak melakukannya, Israel tidak akan aman,” tegasnya.
Ayalon adalah salah satu dari 550 penandatangan surat terbuka kepada Presiden AS Donald Trump, yang mendesaknya untuk menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar segera mengakhiri perang di Gaza.
Mantan pejabat keamanan tersebut mengakui dampak besar dari tindakan Israel terhadap rakyat Gaza, sesuatu yang banyak dibantah atau dikaitkan oleh banyak orang di Israel dengan "propaganda" Hamas.
Sejauh ini, Israel telah menewaskan lebih dari 61.200 orang di Gaza, dan melukai lebih dari 152.000 lainnya, menurut otoritas kesehatan setempat, yang angkanya dianggap dapat diandalkan oleh PBB.
“Anda harus memahami arti pendudukan. Pertama-tama, Anda harus membunuh ratusan atau ribuan orang. Anda harus mampu mengendalikan kehidupan setiap orang,” kata Ayalon.
Militer Israel kini menguasai sekitar 75 persen wilayah Gaza, 20 tahun setelah “melepaskan diri” dari wilayah Palestina. Israel telah memaksa sebagian besar penduduk Gaza pindah ke wilayah kecil di selatan, tempat lebih dari 40.000 orang tinggal di setiap kilometer persegi, menurut perkiraan PBB.
Serangan terencana Israel di kota Gaza, sebagai bagian dari tujuan pendudukan kembali, diperkirakan akan mendorong satu juta orang lagi – setengah dari populasi enklave tersebut – ke selatan.
Ayalon mengatakan isu mendasarnya adalah Israel memandang musuh-musuhnya dalam satu dari dua cara: sebagai target yang perlu dihancurkan, atau sebagai negarawan, yang akan dinegosiasikan di tahap selanjutnya.
Ia merujuk pada perang tahun 1973 di mana Israel kehilangan ribuan tentara sebagai imbalan atas kendali Semenanjung Sinai dan menarik diri ketika mereka menjalin hubungan diplomatik dengan Mesir.
Ayalon mengatakan tujuan pemerintah Israel untuk menduduki kembali wilayah tersebut dan pelaksanaan perang di Gaza menyebabkan perpecahan lebih lanjut di dalam Israel.
Ia menegaskan, pemerintah yang terpilih secara sah sebagai bagian dari sistem demokrasi tidak lagi mewakili rakyat.
“Pemerintah belum menyampaikan tujuan politik hingga hari ini. Mereka menolak membahas hari setelah [perang] karena mereka memahami bahwa mereka tidak akan mendapatkan dukungan rakyat,” jelasnya.
Jajak pendapat Israel menunjukkan bahwa setidaknya 70 persen orang ingin membawa kembali para sandera di Gaza dan mengakhiri perang.
Hamas dan kelompok militan lainnya diyakini masih menyandera 50 orang, 20 di antaranya masih hidup, dari 250 orang yang mereka tangkap dari Israel dalam serangan pada 7 Oktober 2003 yang memicu perang.
Ayalon mengatakan bahwa argumen bahwa membunuh satu orang di Gaza adalah cara untuk menyelamatkan nyawa banyak orang tidak lagi dapat diterima.
“Jika Anda tidak dapat membuktikannya sendiri, maka itu tidak adil. Itu bertentangan dengan kodrat dan kemanusiaan manusia. Jadi, saya tidak dapat membenarkan apa yang kita lakukan hari ini di Gaza,” tandasnya.