UPdates—Hukum humaniter internasional (HHI) melindungi jurnalis dalam konflik bersenjata. Namun, aturan global itu sama sekali tak berlaku bagi Israel dalam perang Gaza. Alih-alih, mereka malah menjadikan Gaza sebagai kuburan massal para jurnalis.
You may also like : Genosida tanpa Akhir di Gaza, Israel Kembali Bunuh dan Lukai 241 Warga
Saat ini, jumlah jurnalis Palestina yang terbunuh dalam serangan Israel di Jalur Gaza dalam satu tahun perang sudah lebih dari dua kali lipat rata-rata global tahunan.
Sindikat Jurnalis Palestina dalam sebuah pernyataan yang menandai Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis pada hari Sabtu waktu setempat mengatakan, pasukan Israel telah membunuh 183 jurnalis di Gaza sejak Oktober 2023.
"Angka ini lebih dari dua kali lipat jumlah jurnalis yang terbunuh setiap tahun di seluruh dunia," kata Sindikat Jurnalis Palestina sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari Anadolu Agency, Minggu, 3 November 2024.
Mereka menggambarkan pembantaian mengerikan terhadap jurnalisme dan kemanusiaan oleh pasukan pendudukan di Gaza sebagai pembantaian jurnalis terbesar dan paling brutal dalam sejarah media di seluruh dunia.
"Pembantaian yang dilakukan secara sistematis oleh pasukan pendudukan Israel terhadap jurnalis Palestina di Gaza, yang bertujuan untuk melenyapkan saksi kebenaran, tidak akan luput dari hukuman," tegas sindikat tersebut.
Pada hari Jumat, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan bahwa 900 jurnalis telah terbunuh di seluruh dunia sejak tahun 2013, dengan rata-rata 82 jurnalis per tahun atau kurang dari setengah jumlah jurnalis Palestina yang dibunuh oleh Israel di Gaza.
Sindikat Jurnalis Palestina pun meminta negara-negara dan lembaga di seluruh dunia untuk mengambil tindakan dan keputusan mendesak untuk membangun mekanisme hukum yang mengikat dan bersifat menjerakan untuk meminta pertanggungjawaban dan mengadili para pembunuh jurnalis serta memastikan mereka tidak lolos dari hukuman.
Dengan tingkat kematian wartawan yang begitu tinggi, para peneliti yang memantau masalah tersebut mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka yakin Israel sengaja membunuh wartawan dan pekerja media, selain menghancurkan infrastruktur media di Gaza.
Militer Israel beberapa kali membunuh wartawan dan kemudian mengklaim bahwa mereka adalah pejuang bersenjata. Namun, menurut para ahli dan investigasi independen, klaim mereka hampir tidak pernah terbukti.
Pada tanggal 31 Juli 2024 misalnya, Israel membunuh Ismail al-Ghoul dalam sebuah serangan. Al-Ghoul sudah menjadi reporter Al Jazeera selama sebagian besar perang. Pada bulan Maret 2024, ia ditangkap dan diinterogasi di Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza. Al Jazeera mengatakan klaim tersebut tidak berdasar .
Sehari setelah Israel membunuhnya, seorang juru bicara militer Israel mengklaim al-Ghoul adalah anggota sayap militer Hamas, dan memberikan dokumen yang menyebut bahwa al-Ghoul telah ditunjuk menjadi anggota unit elite kelompok tersebut pada tahun 2007.
“Pada tahun 2007, Ismail al-Ghoul berusia 10 tahun,” kata Mohammed Othman, seorang koresponden di Skeyes Center for Media and Cultural Freedom dari Gaza membantah tuduhan Israel.
Meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel terus melancarkan serangan yang menghancurkan di Gaza sejak serangan tahun lalu oleh kelompok perlawanan Palestina.
Menurut otoritas kesehatan setempat, lebih dari 43.300 orang telah tewas dengan sebagian besar korban meninggal adalah wanita dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 102.000 warga lainnya terluka.
Israel menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza. Negara zionis itu juga mendapat kecaman di seluruh dunia. Tapi sejauh ini tidak ada yang bisa menghentikan aksi brutal mereka.