Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan. (Foto: Mentari/vel/DPR RI)

Hantu Efisiensi di TVRI dan RRI

12 February 2025
Font +
Font -

UPdates—Hantu efisiensi anggaran tengah meneror lembaga penyiaran publik. TVRI dan RRI dilaporkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

You may also like : rifqinizamy karsayuda igDPR Ungkap Dilema Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Hasil Pilkada 2024

PHK kontributor, termasuk tenaga kerja seperti CS dan satpam disebutkan hampir mencapai seribu orang di RRI dan TVRI. Kondisi ini mengundang keprihatinan kalangan DPR RI.

Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan, menegaskan pentingnya pemotongan anggaran yang tepat dalam lembaga penyiaran publik seperti TVRI dan RRI, khususnya terkait isu PHK yang melibatkan tenaga kerja lepas dan kontributor.

Putra Nababan menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi VII DPR RI dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN), LPP RRI, LPP TVRI, dan LKBN ANTARA, yang membahas rekonstruksi belanja Tahun Anggaran 2025, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.

Putra menyoroti kekhawatiran masyarakat terkait banyaknya PHK meski Direktur Utama TVRI dan RRI membantah adanya pemutusan hubungan kerja  masif tersebut. Menurutnya, isu tersebut sudah viral dan membutuhkan klarifikasi.

"Yang berkembang di masyarakat terkait pemberhentian hubungan kerja dengan kontributor, bahkan tenaga CS dan satpam, disebutkan hampir 1000 orang oleh Aliansi Jurnalis Indonesia. Kami juga mendengar soal PHK terhadap tenaga penyiar di TVRI, khususnya di Ternate. Namun, Dirut menyampaikan tidak ada. Ini perlu klarifikasi," tegas Putra sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Rabu, 12 Februari 2025.

Putra menegaskan pentingnya lembaga penyiaran publik seperti TVRI dan RRI untuk memprioritaskan perlindungan bagi tenaga kerja lepas dan kontributor. Bukan malah memotong anggaran dari bawah yang mengarah pada PHK.

Mantan jurnalis itu meminta agar pemotongan anggaran dilakukan dari bagian atas terlebih dahulu, bukan justru memberhentikan tenaga kerja yang sudah berkontribusi besar, meskipun tanpa asuransi dan jaminan.

"Saya ingin bertanya, setelah rekonstruksi anggaran ini, apakah TVRI dan RRI berkomitmen untuk mengutamakan kesejahteraan karyawan lepas dan kontributor dibandingkan dengan belanja lainnya? Ini mengkhawatirkan, karena saat direksi lebih mengutamakan kepentingan manajemen puncak, yang di lapangan malah dibenturkan dengan pemangkasan anggaran, yang pada akhirnya mengarah pada PHK," tegas Putra.

Politikus PDI Perjuangan itu lantas mengingatkan situasi pada saat krisis moneter 1998. Menurutnya, media massa lebih memilih untuk memotong anggaran dari atas, seperti pemotongan gaji pimpinan, redaktur pelaksana, dan pejabat lainnya, alih-alih memotong tenaga kerja di bawah.

"Saya ingat saat krismon 98, lebih baik potong dari atas. Potong gaji pimpinan dan staf tinggi, seperti pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, dan lainnya. Kalau dari pimpinan bisa banyak hal dipotong, seperti menggunakan kendaraan umum, itu lebih bijaksana," ungkap Putra.

Wakil rakyat dari dapil DKI Jakarta I itu juga menekankan pentingnya kebijakan yang lebih bijak dalam menyusun anggaran untuk lembaga penyiaran publik. Ia berharap pemimpin TVRI dan RRI dapat tegas dalam memastikan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran tidak merugikan karyawan lepas dan kontributor yang sudah bekerja tanpa jaminan sosial atau asuransi.

"Saya minta pimpinan tegas, bahwa prioritas program kita adalah untuk mitra kita, yaitu para kontributor dan tenaga kerja lepas, yang tidak semestinya di-PHK. Ini juga sama dengan kebijakan kita di sektor pertekstilan, di mana hak-hak pekerja harus lebih diutamakan," tutup Putra.

Anggota Komisi VII DPR RI, Erna Sari Dewi juga menyatakan keprihatinannya terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak pada PHK dan pengurangan kontributor di TVRI dan RRI. Sebagai mantan jurnalis, Erna memahami betul tantangan yang dihadapi para jurnalis, terutama di daerah.

“Saya memahami betul bagaimana perjuangan rekan-rekan jurnalis di lapangan. Mereka bekerja tanpa kenal lelah untuk menyampaikan informasi kepada publik. Kebijakan efisiensi yang tidak mempertimbangkan dampak sosialnya sangat merugikan mereka,” tegas Erna.

Menurut Erna, efisiensi anggaran seharusnya tidak dilakukan dengan cara yang membabi buta. Setiap lembaga memiliki kebutuhan dan tantangan yang berbeda, sehingga analisis yang matang diperlukan sebelum mengambil keputusan pemotongan anggaran.

“Saya mendukung semangat efisiensi pemerintah, tapi harus tepat sasaran. Pemotongan anggaran yang dilakukan secara serampangan hanya akan menambah beban bagi lembaga yang sudah bekerja dengan keterbatasan. Ini bukan sekadar angka di atas kertas, ini menyangkut kehidupan dan penghidupan banyak orang,” katanya.

Erna juga menyoroti bahwa banyak kontributor yang berpenghasilan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) kini kehilangan mata pencaharian, yang bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Pemerintah ingin rakyat sejahtera dengan efisiensi anggaran. Tapi, jangan sampai efisiensi ini salah sasaran sehingga kontraproduktif dengan semangat menyejahterakan rakyat” ujarnya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pimpinan TVRI serta RRI ini, Erna mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan efisiensi anggaran.

Gayung bersambut, dalam RDP tersebut pimpinan TVRI dan RRI sudah berkomitmen untuk tidak melakukannya.

“Dalam RDP hari ini, Dirut TVRI dan RRI sudah berkomitmen untuk tidak melakukan PHK dan pemotongan penghasilan kontributor. Saya akan kawal terus melalui Komisi VII DPR RI,” tandasnya.

Font +
Font -

New Videos

Related UPdates

Popular

Quote of the Day

gettyimages 635752305 e1610538598206 copy 48e2

Helen Keller

“Anda tidak akan pernah belajar sabar dan berani jika di dunia ini hanya ada kebahagiaan.”
Load More >