UPdates—Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus menikahkan wanita warga negara Indonesia (WNI) dengan pria Warga Negara Asing (WNA).
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra mengatakan modus operandi dalam kasus tersebut yakni mail order bride atau pengantin pesanan.
Mereka yang terlibat dalam sindikat ini mengambil keuntungan melalui pernikahan, dengan cara menyediakan pengantin wanita warga negara Indonesia kepada warga negara China.
You might be interested : Berawal dari Sultan Menang, Komdigi Diguncang Kasus Judi Online
"Modus operandi daripada para pelaku ini, yaitu dengan cara mengikat korban, artinya mengikat itu supaya korban ini tertarik, ini dengan mengikat dengan perjanjian, dengan bahasa asing, sehingga korban banyak yang tidak mengetahui," ujar Wira dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs PMJ News, Sabtu, 7 Desember 2024.
Dijelaskan Wira, korban dalam kasus tersebut mulanya ditampung di suatu tempat di Semarang, Jawa Tengah, dan kemudian dialihkan ke kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, dan Cengkareng, Jakarta Barat.
"Dari penindakan di dua TKP tersebut, Subdit Renakta berhasil mengamankan tersangka sebanyak sembilan orang," beber Wira.
Para tersangka yang ditangkap yakni berinisial MW alias M P, 28), LA (P, 31), Y alias I (P, 44), BHS alias B (L, 34), NH (L, 60), AS alias E (L, 31), RW alias CL (P, 34), H alias CE (P, 36), dan N alias A (L, 56). Kesembilan orang ini memiliki peran berbeda-beda.
"Ada beberapa peran diantaranya dua orang berperan sebagai sponsor, kemudian lima orang berperan sebagai perekrut ataupun penampung, dan dua orang berperan selaku orang yang memalsukan identitas," jelas Wira.
Wira mengungkap, modus tersangka dalam kasus tersebut juga mengubah identitas salah satu korbannya yang masih di bawah umur menjadi dewasa. "Jadi umurnya ditambahkan," beber Wira.
Komplotan pelaku pengantin pesanan ini meraup untung cukup besar. "Dari kegiatan yang dilakukan oleh para tersangka, mereka mendapatkan keuntungan antara Rp35 juta sampai dengan Rp150 juta per orang," ujar Wira.
Para korban mengakui bahwa mereka bersedia menikah dengan WNA China karena ingin kehidupan mereka menjadi lebih baik. Hal itu diungkap Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Syarifah.
"Jadi kenapa para korban ini mau menjadi pengantin pesanan? Karena ketika seorang warga negara Indonesia yang mungkin kehidupannya menengah ke bawah, ditawarkan untuk menikah dengan pihak warga negara asing itu, kan senang ya dengan diberikannya materi," kata Kompol Syarifah sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari RRI.co.id, Sabtu, 7 Desember 2024.
Dari hasil pendalaman, pria WN China diketahui memberikan sejumlah dana kepada orang tua korban untuk menikahi putrinya. "Jadi bukan cuma para pihak pelaku aja yang diberi materi. Tapi pengantin pria pun memberikan sejumlah dana untuk keluarga korban dan maupun korban " katanya.
Dalam beberapa kasus, hubungan antara WN China dan gadis-gadis Indonesia ini berjalan layaknya hubungan pada umumnya.
"Jadi mereka kayak diajak pacaran dulu gitu, pacaran dulu dikasih materi dan mereka bukan (semata) tergiur (uang) sih, kayak tumbuh juga rasa cinta gitu. Tumbuh rasa cinta baru nanti mereka datang ke Indonesia melakukan pernikahan," jelas Kompol Syarifah.
Makanya, terkadang kasus yang terjadi tidak disadari korban dan orang tuanya. Sementara orang-orang yang terlibat dalam sindikat ini meraup untung besar.
"Jadi kelihatanya seperti resmi ya, maksudnya datang mengunjungi orang tua, meminta izin untuk melakukan nikah siri. Tetapi di balik itu semua, pihak ketiga mendapatkan keuntungan, dan bukan cuma sedikit, lumayan hampir seratusan juta untuk tiap orang," ujarnya.
Sementara terkait alasan pria WN China memilih wanita Indonesia untuk dinikahi, polisi juga berhasil mengungkap sejumlah fakta. Salah satunya karena biaya pernikahan di China yang mahal.
"Kenapa (Indonesia dipilih China) kami dapat infonya, karena kebetulan warga negara China yang sempat kita periksa dia bilang, untuk menikah di China itu sangat mahal. Jadi dia mau dari Indonesia karena biaya pernikahan ataupun biaya kehidupan warga negara Indonesia itu nggak terlalu mahal," katanya.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi mengamankan barang bukti seperti paspor, ponsel, KTP, foto pernikahan, hingga surat keterangan belum menikah.
Para tersangka dalam kasus tersebut dipersangkakan dengan Pasal 4 atau Pasal 6 juncto Pasal 10 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.