Jalannya sidang sengketa informasi terkait ijazah Presiden Joko Widodo (Foto: X/Tangkapan Layar)

Heboh Sidang KIP Ijazah Jokowi, UGM tak Jujur dan Ditegur karena Surat Tanpa Kop

18 November 2025
Font +
Font -

UPdates—Sidang sengketa informasi terkait ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang digelar di Komisi Informasi Pusat (KIP) RI, Jakarta, Senin, 17 November 2025 mengungkap ketidakjujuran pihak Universitas Gadjah Mada (UGM).

You may also like : kip kuliahProgram KIP Kuliah 2025 Segera Dibuka, Ini Jadwal, Syarat, dan Cara Daftar

Selain itu, dalam persidangan, Ketua Majelis KIP, Rospita Vici Paulyn juga menegur pihak UGM terkait cara mereka merespons permohonan melalui surat tertanggal 14 Agustus yang sebelumnya dikirimkan kepada pemohon informasi di mana suratnya tanpa kop universitas.

You might be interested : kpud jakarta igPilgub Jakarta: Hasil Sangat Tipis, Dua Kubu Saling Tuding, KPUD: Mohon Tunggu Hasil Resmi

Video jalannya sidang dan bagaimana Ketua Majelis KIP, Rospita Vici Paulyn mencecar perwakilan UGM dan juga pihak KPUD pun viral dan menjadi sorotan publik.

Sidang ini dihadiri para pemohon dari kelompok akademisi, aktivis, serta jurnalis yang tergabung dalam Bongkar Ijazah Jokowi (Bonjowi) serta badan publik sebagai pihak termohon antara lain UGM, KPU DKI Jakarta, KPU Surakarta, dan Polda Metro Jaya.

Dalam persidangan, Rospita mempertanyakan alasan balasan surat UGM ke pemohon tidak menggunakan kop resmi universitas dan juga tanda tangan.

“Coba dicek, apakah ada pada tanggal 14 itu surat balasan permohonan informasi dari UGM yang memakai kop UGM?” tanya Rospita, dikutip dari tayangan KompasTV.

Rospita kemudian meminta pemohon mengecek ulang email yang diterima untuk memastikan bentuk jawaban yang dikirim UGM. Perwakilan UGM menjelaskan bahwa respons terhadap permohonan informasi memang dikirim melalui email. "Kalau by emailnya resmi UGM?" tanya perwakilan UGM.

Jawaban itu membuat Ketua Majelis kembali mengkritik standar administrasi yang digunakan UGM. Ia menilai langkah kampus mengirim balasan tanpa kop dan tanpa tanda tangan tidak sesuai prosedur lembaga publik.

“Kenapa tidak menggunakan kop? Ini badan publik. Menjawab permohonan informasi seharusnya juga memakai surat resmi. Ini bahkan tidak ditandatangani. Kalau mau dinyatakan sah dari UGM, bukti formalnya apa?” tegas Rospita.

Ia juga mengingatkan bahwa pejabat pengelola informasi di UGM memiliki kewenangan administratif sesuai surat keputusan rektor, sehingga penandatanganan surat tidak harus selalu oleh rektor. Menurutnya, standar legalitas dokumen tetap mesti dipenuhi.

“Ini dikirim ke lembaga, maka jawabannya pun harus dalam format lembaga: ada kop, ada tanda tangan. Kalau tanpa itu, siapa yang bertanggung jawab? Ini jadi catatan buat UGM. Surat resmi harus dijawab secara resmi, tidak bisa sembarangan” kritik Rospita.

Rospita selanjutnya mempertanyakan soal dokumen yang dikuasai UGM. "Dari pihak UGM menjawab ijazah asli tidak dalam penguasaan karena dalam penguasaan yang bersangkutan (Jokowi). Kemudian salinan ijazah asli (tidak ada) karena dalam penguasaan Polda Metro Jaya dalam proses hukum. Tidak ada foto copy-nya sama sekali Pak? Salinan ijazah? Jadi ketika diserahkan ke Polda Metro jaya, terus UGM nggak punya salinan sama sekali gitu?” tanyanya.

Pihak UGM menjawab, "Kalau yang diserahkan foto copy dari kertas lama."

"Maksudnya gini, kan menyerahkan dokumen ke Polda, nah pada saat menyerahkan itu pihak UGM nggak punya dokumen apapun lagi terkait salinan ijazah itu?" tanya Rospita kembali.

UGM menjawab, “Yang kita serahkan ke Polda itu salinan yang asli."

“Foto copy yang lain nggak ada?” tanya Rospita.

“Foto scan tentu ada. Masih ada,” jawab pihak UGM.

Hakim kemudian menanyakan soal permintaan foto copy atau scan warna dari pihak pemohon. “Dikatakan tidak dalam penguasaan nih,” ujar Rospita terkait jawaban UGM ke pemohon.

Perwakilan UGM mengomentari dengan mengatakan, “Tapi bagi kami, informasinya bersifat data pribadi, ya.”

Jawaban UGM langsung dipotong Rospita. “Tapi kan jawaban UGM tidak dalam penguasaan. Tidak dalam penguasaan pengertiannya kan tidak ada berarti. Gitu loh. Jadi, ada atau nggak nih? Saya tidak menyangkut informasi pribadi, tapi ada dulu? Ada nggak dalam penguasaan UGM?” tegasnya.

Pihak UGM menjawab, “Kalau kontesnya salinan yang asli itu, kita serahkan juga ke Polda Metro Jaya. Scan salinannya ada di kami. (Di luar yang diserahkan ke Polda) Scannya ada,” kata pihak UGM.

Lebih lanjut, Rospita bertanya soal transkrip nilai. “Kemudian transkrip nilai, ada nggak dalam penguasaan. Ini kan jawabannya sama, ada dalam penguasaan Polda metro Jaya untuk proses hukum,” kata Rospita.

Perwakilan UGM menjawab, “Salinan aslinya kita serahkan ke Polda Metro Jaya. Salinan scannya juga saya kira ada.”

“Jangan saya kira. Ada atau nggak?” tegas Rospita.

“Ada,” jawab pihak UGM.

“Harus yakin? Ada nggak?” tegas Rospita kembali.

Saat dicecar, pihak UGM menoleh ke rekannya untuk bertanya. Dia bilang ada, tapi tampak ragu. "Itu yang tahu detil Fakultas,” kata pihak UGM.

“Tapi secara umum harusnya ada atau tidak?” tegas Rospita.

“Harusnya ada. Saya kira ada itu,” jawab pihak UGM.

Hakim selanjutnya menanyakan soal KRS dan KHS. “Kemudian rencana studi dan kartu hasil studi, ada nggak?” tanya Rospita.

UGM menjawab, “Kalau KRS itu tidak ada. Tidak ada dalam penguasaan kami. Kalau KHS, kartu hasil studi, itu ada.”

Rospita  kembali bertanya, “Kalau KRS?”

“Tidak ada. Dan kami telah mencoba dengan sedemikian rupa,” ujar perwakilan UGM.

“Di fakultas juga nggak ada?” tanya Rospita.

“Tidak ada. Kami sudah memastikan di fakultas, (menoleh ke rekannya) dan memang tidak ada ya. Karena memang mungkin pada zaman itu KRS memang oleh mahasiswa dan dosen pembimbing. Kami sekali lagi telah mencoba mencari sedemikian rupa dan itu memang tidak ada,” jelas pihak UGM.

Saat dicecar lebih lanjut soal KRS, pihak UGM menegaskan bahwa sistem dokumentasi saat itu tidak seperti saat ini.

Masalah KKN Jokowi juga dipertanyakan Rospita. “Laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN)?”

“Laporan Kuliah Kerja Nyata itu juga apa ya, itu tidak ada. Tapi kemudian itu, laporan nilainya dari pembimbing itu ada. Dan posisinya juga sudah kita serahkan ke Polda Metro,” ungkap pihak UGM.

Laporan tugas akhir dan skripsi juga ditanyakan Rospita ke pihak UGM. “Oh itu ada,” jawab wakil UGM.

“Tapi di sini dijawabnya tidak dalam penguasaan ya,” ujar Rospita.

UGM berdalih jawaban itu diberikan karena saat ini semua berkas itu diserahkan ke Polda.

“Jadi sebenarnya ini bukan tidak dalam penguasaan karena semua ini kan informasinya memang produknya UGM. Berarti ada dalam penguasaan UGM. Tapi cara menjawabnya adalah sedang dalam proses sengketa di Polda Metro Jaya. Pengertian tidak dalam penguasaan itu, itu produk dalam institusi lain yang memang memang tidak ada di UGM gitu loh. Kan pengertiannya jadi bias. Masa sih laporan KKN, laporan tugas akhir tidak dalam penguasaannya UGM gitu loh. Surat tugas pembimbingan, berita acara sidang, ada tapi sedang dalam penguasaan Polda Metro Jaya kan? Berarti ada kan?” cecar Rospita.

Pihak perwakilan UGM menjawab dengan mengangguk.

“Kemudian SK yudisium?” tanya Rospita.

Pihak UGM mengatakan, ada. “Ada, ada. Bentuknya dalam daftar nilai ya,” jawabnya.

Jawaban itu ditanggapi Rospita. “SK yudisium, surat pendaftaran yudisium bukan nilai dong. SK yudisium kan yang berhak untuk yudisium pada masa itu ya?” ujar Rospita.

Perwakilan UGM yang lainnya membantu menjawab. “Mohon ijin Yang Mulia, jadi kalau dicek di fakultas, pada masa itu memang sistemnya bukan SK. Kalau dipersamakan dengan sekarang tentu akan berbeda ya. Karena, di masa itu, memang di Fakultas Kehutanan bentuknya adalah daftar nilai yang dipergunakan untuk yudisium. Memang ada kertas keterangan seperti itu di dalam dokumen itu,” paparnya.

Rospita kemudian menegaskan, “Pada sidang berikutnya kami akan masuk ke pemeriksaan dokumen. Ada nggak dokumennya?”

“Kalau spesifik SK, memang namanya memang bukan SK tapi berkaitan dengan yudisium itu ada,” jawab pihak UGM.

Hakim Rospita menegaskan bahwa yang mereka maksud bukan hanya SK yudisium. “Tapi semua item yang saya bacakan. Ada semua ya. Nanti di persidangan berikutnya dihadirkan ya,” tegasnya.

Pihak UGM menjawab bahwa semuanya ada. “Ada semua, makanya kami yakin dengan status Pak Jokowi di kampus,” ujar pihak UGM.

Dalam sidang ini, hakim juga terkejut mengetahui bahwa arsip di pihak KPUD sudah dimusnahkan sebelum 5 tahun. Pihak KPUD berdalih arsip dimusnahkan satu tahun sesuai peraturan PKPU RI. Hakim pun menganggap itu kesalahan.

Persidangan sengketa informasi terkait ijazah Jokowi ini merupakan lanjutan dari permohonan yang diajukan Bonjowi terhadap lima badan publik terkait dokumen pendidikan Presiden ke-7. Sidang kini memasuki tahap pemeriksaan bukti dan klarifikasi.

Font +
Font -