Gubernur Papua Matius D Fakhiri (Foto: Instagram)

Ibu Hamil dan Bayinya Meninggal "Ditolak" 4 RS, Gubernur Papua Copot Direkturnya

24 November 2025
Font +
Font -

UPdates—Tragedi meninggalnya ibu hamil di Sentani, Papua, Irene Sokoy dan bayinya setelah "ditolak" empat rumah sakit membuat Gubernur Papua Matius D Fakhiri sedih dan kecewa.

You may also like : tb hasanuddin dpr pdipDPR Tolak Pangkalan Militer Rusia di Papua, Bisa Picu Ketegangan Kawasan

Menurutnya, kematian ibu hamil dan bayinya ini adalah duka yang tidak dapat diterima dan menjadi tamparan keras bagi seluruh sistem pelayanan kesehatan.

"Sebagai Gubernur Papua, saya menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada keluarga besar Kabey–Sokoy. Tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan buruknya pelayanan, apalagi ketika nyawa seorang ibu dan anak dipertaruhkan," ujarnya dalam unggahan di Instagram pribadinya sebagaimana dilansir Keidenesia.tv, Senin, 24 November 2025.

"Tragedi ini membuka mata kita bahwa masih ada rumah sakit yang lebih sibuk dengan prosedur administrasi daripada menyelamatkan manusia. Ini harus dihentikan," lanjutnya.

Akibat peristiwa ini, gubernur yang sudah mengunjungi keluarga korban langsung mencopot dua direktur rumah sakit daerah. Dua rumah sakit tersebut yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari dan RSUD Abepura.

Sedangkan untuk dua rumah sakit lainnya yang juga menolak Irene hingga akhirnya meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya, yaitu Rumah Sakit Bhayangkara dan RS Dian Harapan, Matius akan berkoordinasi dengan pimpinan rumah sakit itu.

"Saya telah memerintahkan evaluasi total seluruh rumah sakit di bawah Pemerintah Provinsi Papua. Pergantian direktur rumah sakit yang lalai dan tidak mampu memberikan pelayanan," tegasnya,

Ia juga memerintahkan penyatuan visi dan standar pelayanan antara RS pemerintah dan swasta. "Layani dulu pasien, administrasi urusan nanti," katanya.

Menurutnya, perubahan ini tidak bisa ditunda. "Papua harus memiliki sistem kesehatan yang manusiawi, responsif, dan profesional. Dan saya pastikan, langkah-langkah tegas akan kami ambil. Untuk setiap ibu, setiap anak, dan setiap nyawa di tanah ini Papua wajib hadir," ujarnya.

Sebelumnya, Irene dan bayi yang dikandungnya meninggal dunia pada Senin, 17 November 2025 sekitar pukul 05.00 WIT. Keduanya menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju RSUD Dok II Jayapura, setelah ditolak di empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.

Mereka dilaporkan mendatangangi RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura hingga RS Bhayangkara tanpa mendapatkan penanganan memadai.

Irene mulai merasakan kontraksi pada Minggu siang, 16 November 2025 dan dibawa keluarganya menggunakan speedboat ke RSUD Yowari.

Irene tidak segera ditangani karena dokter tidak ada di tempat. Proses pembuatan surat rujukan juga kabarnya sangat lambat.

Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey yang juga mertua almarhum mengatakan, hingga hampir jam 12 malam surat belum dibuat.

Irene selanjutnya dibawa ke RS Dian Harapan dan RSUD Abepura, namun kembali tidak mendapat layanan. Keluarga kemudian membawa Irene ke RS Bhayangkara, tempat keluarga diminta membayar uang muka Rp4 juta karena kamar BPJS penuh.

Dalam perjalanan menuju RSUD Dok II Jayapura, Irene akhirnya meninggal dunia.

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Yowari, Maryen Braweri mengatakan, pasien rencananya melahirkan normal. Namun karena kondisi jantung janin menurun, maka dokter menyarankan untuk operasi. Sayangnya, dokter kandungan di RSUD Yowari tidak berada ditempat karena sedang ada kegiatan di luar kota sehingga pihak rumah sakit merujuk pasien ke RS Dian Harapan.

Usai koordinasi dengan RS Dian Harapan, pasien dirujuk ke RS Dian Harapan didampingi oleh dua perawat bersama keluarga menggunakan ambulans RSUD Yowari.

Dalam perjalanan, RS Dian Harapan mengabarkan melalui telepon bahwa ruang untuk BPJS Kesehatan kelas III sedang penuh dan dokter spesialis anastesi juga tidak ada.

Karena alasan lokasi paling dekat, pasien lantas dibawa ke RSUD Abepura.

Di RSUD Abepura, Irene ditolak dengan alasan ruang operasi sedang direnovasi. Makanya, pasien langsung dibawa ke RS Bhayangkara. Saat sampai di sana, ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh. Yang tersedia hanya ruang VIP, tetapi pasien harus membayar uang muka Rp4 juta.

Karena keluarga tidak membawa uang dan petugas tidak melakukan tindakan, pasien akhirnya dibawa ke rumah sakit RSUD Jayapura.

Dalam perjalanan ke RSUD Jayapura, pasien mengalami kejang-kejang dan keluarga memutuskan kembali ke RS Bhayangkara. Namun, dalam perjalanan itu, pasien menghembuskan napas terakhir.

Masing-masing pihak rumah sakit menegaskan seluruh prosedur sudah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien.

Font +
Font -

New Videos

Related UPdates

Popular

Quote of the Day

portrait of rev martin luther king jr u l p74hmb0

Martin Luther King Jr

"Ada saatnya ketika diam adalah pengkhianatan."
Load More >