
UPdates - Tragedi meninggalnya Irene Sokoy dan bayinya setelah ditolak empat rumah sakit di Papua membuat Presiden Prabowo turun tangan.
You may also like :
7 Anggota KKB Pimpinan Aibon Kogoya Terlibat Pembunuhan 2 Brimob di Nabire Papua
Tak tanggung-tanggung, Presiden meminta rumah sakit hingga para pejabat terkait di Papua diaudit. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian usai rapat terbatas, Senin, 24 November 2025.
You might be interested :
DPR Yakin Sekolah Rakyat Prabowo Bisa Entaskan Kemiskinan di Indonesia
"Saya melapor pada beliau (Presiden Prabowo, red). Jadi di antaranya itu, perintah beliau untuk segera lakukan perbaikan, audit," jelas Mendagri, Tito Karnavian.
Menurut Mendagri Tito, audit internal itu menyasar pada rumah sakit dan pejabat-pejabat terkait, termasuk pejabat di dinas kesehatan, pejabat provinsi, hingga kabupaten dan swasta.
"Kemudian saya juga sudah komunikasi dengan Pak Menkes. Menkes dan kemendagri hari ini (Senin, red) kirim tim khusus ke Jayapura untuk melakukan audit. Tadi pesan dari Pak Presiden jangan sampai terulang lagi hal yang sama," kata Tito.
Sebelumnya, Gubernur Papua, Matius D Fakhiri langsung mencopot dua direktur rumah sakit daerah yaitu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari dan RSUD Abepura setelah ibu hamil di Sentani, Papua, Irene Sokoy dan bayinya meninggal dunia setelah ditolak empat rumah sakit.
Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya meninggal dunia pada Senin, 17 November 2025 sekitar pukul 05.00 WIT.
Keduanya menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju RSUD Dok II Jayapura, setelah ditolak di empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.
Mereka dilaporkan mendatangi RSUD Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura hingga RS Bhayangkara namun tidak mendapatkan penanganan memadai.
Irene asal Kampung Hobong, Sentani, Jayapura, Papua dilaporkan mulai merasakan kontraksi pada Minggu siang, 16 November 2025 dan dibawa keluarganya menggunakan speedboat ke RSUD Yowari.
Irene tidak segera ditangani karena dokter tidak ada di tempat. Proses pembuatan surat rujukan juga kabarnya sangat lambat.
Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey yang juga mertua almarhum mengatakan, hingga hampir jam 12 malam surat belum dibuat.
Usai koordinasi dengan RS Dian Harapan, Irene kemudian dirujuk ke RS Dian Harapan didampingi oleh dua perawat bersama keluarga menggunakan ambulans RSUD Yowari.
Dalam perjalanan, RS Dian Harapan mengabarkan melalui telepon bahwa ruang untuk BPJS Kesehatan kelas III sedang penuh dan dokter spesialis anastesi juga tidak ada.
Karena alasan lokasi paling dekat, pasien lantas dibawa ke RSUD Abepura.
Di RSUD Abepura, Irene ditolak dengan alasan ruang operasi sedang direnovasi. Irene kemudian dibawa ke RS Bhayangkara. Saat sampai di sana, ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh. Yang tersedia hanya ruang VIP, tetapi pasien harus membayar uang muka Rp4 juta.
Karena keluarga tidak membawa uang, Irene akhirnya dibawa ke rumah sakit RSUD Dok II Jayapura.
Dalam perjalanan ke Dok II RSUD Jayapura, pasien mengalami kejang-kejang dan keluarga memutuskan kembali ke RS Bhayangkara. Namun, dalam perjalanan itu, pasien menghembuskan napas terakhir.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Yowari, Maryen Braweri mengatakan, pasien rencananya melahirkan normal. Namun karena kondisi jantung janin menurun, maka dokter menyarankan untuk operasi. Sayangnya, dokter kandungan di RSUD Yowari tidak berada ditempat karena sedang ada kegiatan di luar kota sehingga pihak rumah sakit merujuk pasien ke RS Dian Harapan.
Masing-masing pihak rumah sakit menegaskan seluruh prosedur sudah dijalankan sesuai standar dan tidak ada unsur penolakan pasien.