UPdates - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui rapat konsultasi DPR dan pemerintah menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan amnesti terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis malam, 31 Juli 2025.
You may also like : 44 Ribu Napi akan Dibebaskan Prabowo, Begini Sejarah Amnesti di Indonesia
Dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis malam, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, seluruh fraksi di DPR telah menyepakati usulan tersebut dan tinggal menunggu penerbitan Keputusan Presiden (Keppres). Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkap alasan Prabowo mengusulkan pemberian abolisi ke Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto.
You might be interested : Demi Pilkada Jurdil, tidak Ada Bantuan Pangan Jelang Pencoblosan
"Salah satu pertimbangan pada dua orang ini salah satunya kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka perayaan 17 Agustus," ujarnya.
Supratman juga mengakui bahwa dirinya yang mengusulkan abolisi terhadap Tom dan amnesti untuk Hasto. Selain Hasto, dia menambahkan bahwa total ada 1.168 narapidana yang juga mendapat amensti.
Abolisi merupakan penghapusan proses hukum terhadap seseorang yang sedang menjalani proses hukum, mulai dari penyidikan, penyelidikan, atau penuntutan pidana.
Abolisi diberikan oleh Presiden dan membuat proses hukum dihentikan kepada terdakwa kasus pidana, seolah-olah tidak pernah terjadi alias namanya dibersihkan.
Sementara amnesti adalah pengampunan yang diberikan oleh Presiden kepada sekelompok orang atas tindak pidana tertentu, terutama yang bersifat politik. Amnesti bisa diberikan sebelum atau sesudah ada putusan pengadilan, dan berlaku secara umum atau kolektif.
Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Sementara Hasto divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Pemberian amnesti, lanjut Supratman, juga diberikan kepada enam pelaku makar yang tanpa senjata di Papua. Selain itu, ada pula narapidana yang berusia lanjut hingga yang memiliki gangguan kejiwaan sehingga harus menjalani perawatan di luar.