UPdates—Jelang HUT ke-80 RI beredar video seorang bidan bernama Dona Lubis yang mempertaruhkan nyawanya demi pasien yang membutuhkan obat TBC.
You may also like : Astaga! 822 Pelajar dan Mahasiswa Kena HIV/AIDS, Puan: Sudah Darurat
Dalam video yang viral tersebut, bidan dari Puskesmas Duo Koto, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat itu tampak berenang menyeberangi sungai berair deras.
You might be interested : Gaji Guru Naik di 2025, Puan Ingatkan Janji Angkat 1 Juta Honorer Jadi PPPK
Aksinya semakin berbahaya karena ia membawa perlengkapan dan obat-obatan berukuran cukup besar di punggungnya sambil berenang. Pada satu titik, wajahnya bahkan tenggelam ke dalam air saat ia berusaha mencapai tepi sungai berair keruh tersebut.
Aksi heroik dan sedikit nekat bidan berhijab itu mengundang pujian sekaligus keprihatinan terhadap kurangnya pemerataan pembangunan infrastruktur di daerah. Termasuk dari Ketua DPR RI Puan Maharani.
Menurut Puan, kisah pengabdian luar biasa seperti Dona Lubis seharusnya tidak menjadi norma dalam sistem pelayanan publik yang ideal.
“Pengabdian seperti yang dilakukan Ibu Dona patut dihormati, tetapi kita harus jujur bahwa negara tidak boleh membiarkan para tenaga medis menggantikan tanggung jawab infrastruktur dasar yang belum hadir,” kata Puan, Rabu, 6 Agustus 2025 sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI.
Bidang berusia 46 tahun itu harus berjuang menyeberangi aliran deras Sungai Batang Pasaman karena jembatan sepanjang 15 meter di daerah itu terputus sejak Jumat, 1 Agustus dan membuat akses ke Kejorongan Sinuangon, Nagari Cubadak Barat, terputus total.
Dona mengatakan bahwa itu bagian dari tugasnya sebagai tenaga kesehatan. Dan Puan angkat topi atas keberanian serta dedikasi tanpa batas yang dilakukan Dona. Namun menurutnya, keberanian individual tidak boleh menutupi celah atau kekurangan pelayanan negara kepada masyarakat, terutama dalam konteks layanan kesehatan di wilayah terpencil.
"Akses kesehatan yang setara dan aman adalah hak setiap warga negara, yang semestinya menjadi tanggung jawab Negara," ujar Puan.
Mantan Menko PMK itu menilai, apa yang dilakukan Dona Lubis merupakan refleksi nyata bahwa masih banyak titik rawan di republik ini yang belum mendapatkan jaminan konektivitas dan layanan kesehatan memadai.
Puan mendorong Pemerintah untuk semakin memaksimalkan pemerataan pembangunan di Tanah Air.
"Ketika satu jembatan rusak menyebabkan terputusnya akses ke fasilitas kesehatan, maka yang terganggu bukan hanya alur logistik, melainkan potensi hilangnya nyawa manusia," kata Puan.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu melanjutkan, “Ini bukan hanya soal satu bidan atau satu pasien. Ini soal sistem. Soal keadilan pembangunan. Kita harus pastikan bahwa program-program infrastruktur dan kesehatan benar-benar menyentuh wilayah yang paling membutuhkan.”
Puan pun mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan langkah konkret, seperti penguatan anggaran pembangunan infrastruktur penghubung ke fasilitas kesehatan di daerah rawan dan 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
“Termasuk penyusunan peta risiko wilayah layanan kesehatan, untuk mengidentifikasi titik-titik kritis akses dan distribusi tenaga medis serta jaminan keselamatan dan perlindungan kerja bagi tenaga medis lapangan, dan sistem transportasi darurat yang bisa menjangkau lokasi sulit harus dituntaskan,” tegas Puan.
Politikus PDIP itu menambahkan, Pemerintah juga harus menyusun kebijakan insentif berbasis risiko geografis dan tingkat keterpencilan. “Ini agar para bidan, perawat, dan dokter tidak hanya diminta mengabdi, tetapi juga dilindungi," tuturnya.
Puan memastikan, DPR RI melalui komisi-komisi terkait akan mengawal secara ketat pengalokasian anggaran dan efektivitas implementasi kebijakan lintas kementerian, termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian Dalam Negeri.
“Kami di DPR akan memastikan agar anggaran kesehatan dan infrastruktur tidak hanya besar di pusat, tapi benar-benar sampai ke pinggir-pinggir republik ini, tempat warga tetap butuh hidup sehat dan aman,” ungkapnya.
Cucu Bung Karno itu juga mengingatkan bahwa wajah negara bisa dilihat dari bagaimana melayani warganya yang paling rentan. Jika bidan di pedalaman masih harus berenang melawan sungai untuk menjalankan tugasnya, menurutnya, maka yang dibutuhkan bukan hanya sekadar pujian, tetapi koreksi dan tindakan nyata.
“Negara harus hadir, bukan hanya melalui program besar dan laporan statistik, tetapi melalui jembatan yang berdiri kokoh, akses yang aman, dan kehadiran yang dirasakan nyata oleh rakyat,” tutup Puan.