UPdates—Menunaikan ibadah haji menjadi impian semua umat Islam. Tapi kadang butuh kesabaran dan kerja keras untuk mendapat kesempatan mewujudkannya.
You may also like : Embarkasi Makassar Sudah Berangkatkan 7.065 Jemaah hingga Kloter 18
CONTOH kesabaran dan kerja keras itu ditunjukkan pasangan suami istri (pasutri) Fadli Hariadi dan Arbainah. Selama 20 tahun, mereka berjualan pisang goreng (pisgor) di pinggir jalan untuk menggapai impian mengunjungi Baitullah.
Uang hasil berjualan itu mereka sisihkan sedikit demi sedikit setiap hari untuk ditabung dan akhirnya mengantarkan mereka tahun ini ke Tanah Suci.
Pasutri Asal Serdang Bedagai (Sergai) ini tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 14 Embarkasi Medan (KNO 14).
Kegembiraan Fadli dan Arbainah mendapat kesempatan mengunjungi Makkah dan Madinah tak terkira. Mereka sangat bersyukur akhirnya bisa menunaikan ibadah haji setelah 12 tahun mengantre.
“Sebelumnya saya bersama istri mendaftar haji dengan menyetorkan Rp25 juta per orang untuk mendapatkan nomor porsi. Alhamdulillah penantian panjang menjadi Tamu Allah bisa terwujud,” ujarnya di Medan, Sabtu, 17 Mei 2025 sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi Kemenag.
Diceritakan Fadil, profesi berjualan pisang goreng di pinggir jalan Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai ditekuninya sejak 2005. “Setiap hari mulai pukul 8 pagi sampai pukul 4 sore saya berjualan bersama istri. Setiap hari kami jualan tidak ada hari libur,” ungkapnya.
Menurutnya, mereka baru memutuskan beristirahat berjualan jika merasa benar-benar lelah. Semua itu mereka lakukan agar bisa menyisihkan uang sebagai tabungan untuk berangkat haji.
Sedikit demi sedikit uang hasil penjualan pisang goreng dikumpulkan pasangan yang sudah dikaruniai dua anak itu untuk tabungan haji mereka.
“Pendapatannya tidak menentu Pak, terkadang ramai, namun juga terkadang sepi. Namun kami menjalaninya dengan penuh kesabaran karena rezeki sudah diatur Allah SWT,” ucapnya penuh keyakinan.
Suka duka berjualan pisang goreng di pinggir jalan diceritakan sang istri, Arbainah. Momen yang paling tidak bisa dilupakan wanita itu adalah saat ia baru saja melahirkan.
“Saat anak kami masih bayi, saya bersama suami memasang kain gendong dan mengayunkan anak kami di ranting sebatang pohon di dekat kami berjualan. Saat itu tempat berjualan kami masih berupa tenda bongkar pasang,” ungkap Arbainah.
Menurutnya, itu tak berlangsung satu atau dua bulan saja. Ia menyebut anaknya tumbuh dan besar di jalan. “Anak kami besar-besar di jalan lah Pak,” ujar Arbainah sambil tersenyum.
Kini, semua usaha, kerja keras, dan kesabaran mereka terbayar. Fadli dan Arbainah pun berharap diberi kesehatan dan kemudahan dalam melaksanakan rangkaian ibadah haji dan kembali ke Tanah Air dengan mendapat predikat haji mabrur.
Bagi keduanya, apa yang mereka jalani ini sangat berkesan dan luar biasa. Makanya, di Tanah Suci, Pasutri ini ingin mendoakan keluarga yang belum berkesempatan menunaikan ibadah haji agar bisa menunaikan Rukun Islam kelima seperti halnya mereka.