
UPdates—Kasus dugaan mark-up dan utang yang menjerat Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh makin ramai diperbincangkan.
You may also like :
Heboh Candaan Ijazah Dito di Sertijab Menpora
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah menyelidiki kasus ini dan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) mulai angkat bicara.
You might be interested :
Prabowo Utus Jokowi Hadiri Pemakaman Paus di Roma
Saat ini, sejumlah tokoh mulai gencar mendorong persoalan Whoosh didorong ke ranah hukum. Mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji salah satu yang belakangan ini banyak melontarkan kritik.
Dalam unggahan terbarunya di akun X pribadinya, @susno2g, ia menegaskan bahwa ada kecurigaan publik lantaran anggaran proyek Whoosh dinilai terlalu besar.
“Biaya pembangunan Kereta Cepat Whoosh informasinya 10 x lbh mahal dari biaya bangun kereta cepat Arab Saudi, apa benar? Kenapa KPK dan APH lain nampak blm bertindak??” tulisnya sebagaimana dipantau Keidenesia.tv, Selasa, 28 Oktober 2025.
Dalam unggahan terpisah, mantan Kapolda Jawa Barat itu mengatakan, dari segi harga, nampak benar bahwa ada permainan harga atau mark up biaya pengadaan Whoosh.
Makanya kata dia, untuk kepastiannya harus segera dilakukan proses hukum di bawah kendali KPK.
KPK sendiri mengungkapkan dugaan mark up atau penggelembungan harga proyek kereta cepat Whoosh sudah masuk dalam penyelidikan.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan mengungkap hal itu. "Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres," kata Budi sebagaimana dilansir pada Selasa, 28 Oktober 2025.
Budi menjelaskan bahwa penyelidikan ini akan memakan waktu yang cukup panjang. Karena itu, ia meminta masyarakat bersabar.
"Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini. Supaya proses-prosesnya bisa betul-betul firm untuk menemukan dalam pencarian terkait dengan informasi ataupun keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh tim," ujar Budi.
KPK sejauh ini masih menutup rapat soal proses penyelidikan. Meski begitu, mereka memastikan pencarian bukti dan keterangan dilakukan secara berkelanjutan.
"Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan. Secara umum tentu tim terus melakukan pencarian, keterangan-keterangan yang dibutuhkan untuk membantu dalam mengungkap perkara ini," jelas Budi.
Sementara itu, Jokowi mulai buka suara soal Kereta Cepat Whoosh yang belakangan menjadi sorotan akibat besarnya beban utang.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut proyek itu dibangun lantaran kemacetan Jakarta yang sudah sangat parah. Menurutnya, selain kereta cepat, pemerintah juga membangun sarana transportasi lain, seperti LRT hingga MRT.
Jokowi mengatakan selain Jabodetabek, Kota Bandung juga mengalami kemacetan yang parah. Kemacetan itu, klaim Jokowi menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp100 triliun per tahun.
Makanya, untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Jabodetabek dan Bandung diperlukan moda transportasi untuk mengurangi kerugian.
"Nah, untuk mengatasi itu kemudian direncanakan dibangun yang namanya MRT, LRT, kereta cepat, dan sebelumnya lagi KRL. Ada juga kereta bandara agar masyarakat berpindah dari transportasi pribadi mobil atau sepeda motor ke sepeda motor," jelasnya sebagaimana dilansir dalam video penjelasan Jokowi yang banyak beredar di X.
Ia juga menegaskan bahwa prinsip dasar transportasi massal atau transportasi umum adalah layanan publik. “Ini kita juga harus ngerti bukan mencari laba," tegas Jokowi.
Terkait prediksi soal kerugian Whoosh sejak awal, Jokowi tidak menjawab dengan lugas. Eks Wali Kota Solo itu memprediksi Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) semakin positif.
"Itu pun kalau penumpangnya sekarang per hari kan kayak Whoosh itu sudah 19.000 dan sudah mencapai penumpang sampai 12 juta penumpang. Itu kalau setiap tahun naik, naik, naik orang berpindah, ya kerugiannya akan semakin mengecil, semakin mengecil, semakin mengecil,” jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa ini baru tahun pertama. “Mungkin diperkirakan apa EBITDA-nya juga sudah positif dan diperkirakan akan lebih turun lagi setelah enam tahun. Perkiraan, karena ini tergantung perpindahan orang ya dari transportasi pribadi ke transportasi massal," tandasnya.