UPdates—Polisi sudah menyimpulkan bahwa kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan tidak diakibatkan oleh tindak pidana seperti pembunuhan ataupun penganiayaan.
You may also like : Selebgram Indonesia Dituduh Biayai Pemberontak Myanmar, DPR Minta Pemerintah Bebaskan
Meski begitu, publik terutama pihak keluarga masih meragukan kesimpulan itu. Makanya, banyak pihak yang mendesak agar penyelidikan dilanjutkan untuk benar-benar mengungkap misteri kematian sang diplomat yang ditemukan terlilit lakban di kamar kosnya di Menteng, Jakarta Pusat.
You might be interested : Heboh Kasus Pengantin Pesanan, Ini Alasan Gadis-gadis Indonesia Bersedia Nikah Warga Asing
Mencermati polemik yang terus berlanjut, anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez menegaskan, pihak kepolisian harus mengungkap kasus ini seterang-terangnya hingga tak ada lagi keraguan yang tersisa.
Menurut Gilang, kasus kematian Arya Daru bukan hanya menyentuh ranah personal keluarga, tetapi juga menyangkut kredibilitas institusi penegak hukum.
"Kasus ini cukup menarik perhatian publik. Karena itu, akuntabilitas lembaga negara dalam menjamin keterbukaan informasi publik, juga menjadi sorotan," kata Gilang Dhielafararez, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025 sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI.
Pada Selasa, 29 Juli 2025, Polda Metro Jaya menyimpulkan tidak ada campur tangan pihak lain sebagai penyebab kematian Arya Daru.
Tapi pihak keluarga almarhum Arya Daru masih kurang puas atas kesimpulan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya soal kematian diplomat muda Indonesia itu.
Keluarga Daru berharap agar setiap fakta yang ada, bisa benar-benar diperiksa dengan teliti dan terbuka, termasuk membuka rekaman CCTV secara transparan.
Bersamaan dengan ketidakpuasan keluarga, pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat membeberkan sederet kejanggalan dalam rekaman CCTV yang dirilis kepolisian.
Video yang diklaim sebagai bukti pergerakan terakhir Arya dinilai memiliki banyak ‘lubang hitam’, baik dari segi kontinuitas visual maupun logika narasi kronologis.
"Ini kan kemudian memunculkan pertanyaan besar mengenai integritas dan kelengkapan alat bukti dalam kasus yang sejak awal sudah mengundang perhatian publik," tegas Gilang.
Gilang menegaskan aparat penegak hukum wajib mengedepankan transparansi dalam proses investigasi yang menyangkut nyawa warga negara, apalagi ketika menyangkut figur aparatur negara yang bekerja di institusi strategis.
Dalam konteks ini, sebut Gilang, publik bukan hanya berhak tahu, tetapi juga perlu diyakinkan bahwa hukum ditegakkan secara profesional, objektif, dan tidak selektif.
“Kami tidak ingin spekulasi berkembang liar karena minimnya akses terhadap informasi yang utuh,” ujar Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.
Menurutnya, ketika ada kejanggalan dalam dokumentasi visual dan ada pihak independen yang menunjukkan analisis berbasis data, maka wajar jika muncul permintaan klarifikasi secara terbuka.
Anggota Komisi Hukum DPR yang bermitra dengan Polri tersebut mengatakan bahwa hak keluarga untuk mengetahui kebenaran secara utuh tidak boleh dikompromikan. Apalagi, kata Gilang, karena alasan teknis maupun administratif.
"Negara tidak cukup hanya menyampaikan simpati, tetapi juga bertanggung jawab memastikan bahwa proses penegakan hukum tidak menyisakan ruang abu-abu yang merugikan korban maupun keluarganya," tandasnya.