
UPdates—Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menyoroti temuan adanya peserta BPJS Kesehatan berpenghasilan hingga Rp100 juta per bulan yang menerima subsidi iuran dari negara.
You may also like :
Harvey Moeis dan Sandra Dewi Penerima BPJS Kategori Fakir Miskin, Netizen: Rusak Negara Kalau Begini
Bagi Yahya Zaini, temuan ini merupakan indikasi tata kelola jaminan sosial nasional masih memiliki celah, khususnya dalam pemutakhiran dan verifikasi data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
You might be interested :
MKD Tolak Pengunduran Diri Rahayu Saraswati sebagai Anggota DPR RI
Yahya menegaskan, keberlangsungan program BPJS Kesehatan sangat ditentukan ketepatan sasaran penerima subsidi. Makanya, ketika peserta dalam kategori mampu masih tercatat sebagai penerima PBI, maka beban fiskal negara meningkat.
“Temuan ini bukan sekadar anomali administratif, tetapi menunjukkan adanya celah struktural dalam sistem data dan verifikasi peserta. Ketepatan sasaran bukan hanya penting, tetapi menjadi fondasi keberlanjutan BPJS Kesehatan,” kata Yahya dalam keterangan tertulisnya sebagaimana dilansir Keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Kamis, 20 November 2025.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengungkap terdapat sejumlah masyarakat berpenghasilan tinggi bahkan hingga lebih dari Rp100 juta per bulan yang masih tercatat sebagai peserta PBI BPJS Kesehatan.
Budi menegaskan peserta dengan kemampuan ekonomi seperti itu, seharusnya tidak lagi menerima subsidi.
Berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), terdapat sekitar 10,84 juta jiwa yang tercatat sebagai penerima PBI namun tidak termasuk kelompok yang semestinya menjadi sasaran. Kelompok mampu tersebut masuk dalam kategori desil 6 hingga 10.
Padahal, PBI seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang berada pada desil 1 sampai 5. Terkait hal itu, Yahya menekankan bahwa prinsip keadilan harus menjadi dasar utama pelaksanaan jaminan sosial.
"Bantuan negara tidak boleh diberikan secara seragam, tetapi harus diarahkan kepada mereka yang benar-benar berhak tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat data,” tegasnya.
Yahya menyatakan DPR RI memiliki tanggung jawab memastikan standar pelayanan berjalan dengan baik. Makanya, pemutakhiran data peserta harus dilakukan secara berkala dan berbasis integrasi data lintas kementerian dan lembaga.
"Pemutakhiran data mutlak dilakukan. Kriteria PBI juga harus ditetapkan secara presisi sesuai kondisi sosial-ekonomi terbaru, sementara sistem verifikasi dan validasi perlu dilaksanakan dengan akurat dan transparan," tegas Yahya.
Pimpinan komisi DPR yang membidangi urusan kesehatan dan jaminan sosial itu pun menekankan pentingnya penguatan sistem data nasional dan percepatan interoperabilitas data antara BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, dan pemerintah daerah.
Legislator dari Dapil Jawa Timur VIII tersebut mengatakan, langkah ini mutlak diperlukan untuk menutup potensi penyimpangan dan salah alokasi bantuan.
“Kami ingin memastikan bahwa tata kelola jaminan sosial memenuhi standar nasional yang menjamin keberlanjutan program dan perlindungan bagi masyarakat rentan," ujarnya.
Yahya memastikan, seluruh masukan serta keresahan masyarakat terkait ketidaktepatan subsidi BPJS akan menjadi bagian dari evaluasi dalam rapat-rapat pembahasan regulasi dan pengawasan terhadap pemerintah. Ia menyebut DPR akan mengawal perihal ini.
"Aspirasi publik tidak hanya dicatat, tetapi menjadi bagian integral dalam perbaikan kebijakan jaminan sosial” tutup Yahya.