UPdates—Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sedang mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait jeda penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal yang memungkinkan periode atau masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD berlanjut hingga 2031.
You may also like : Marak Dugaan Keterlibatan Pj Kepala Daerah dan Kepala Desa di Pilkada 2024
Kemendagri akan segera meminta masukan dari para pakar dan ahli untuk memperoleh perspektif yang komprehensif terkait dampak dari putusan ini.
You might be interested : MK Putuskan Pilkada Palopo Diulang, Trisal Tahir Didiskualifikasi dan Akhmad Syarifuddin Bisa Maju Lagi
Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar menyampaikan hal itu melalui keterangan resmi sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari Info Publik, Minggu, 29 Juni 2025.
Menurut Bahtiar, pihaknya juga akan membahas di internal pemerintah dampak putusan tersebut. Termasuk skema pembiayaan pemilu nasional dan lokal.
Selain itu, Kemendagri juga akan membahas dampak putusan tersebut terhadap berbagai regulasi yang ada, khususnya Undang-Undang tentang Pemilu, UU tentang Pilkada, dan UU tentang Pemerintahan Daerah.
Kemendagri juga akan menjalin komunikasi dengan penyelenggara pemilu. Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait juga akan berkomunikasi dengan DPR.
Dijelaskan Bahtiar, perubahan jadwal penyelenggaraan pemilu akan memengaruhi banyak aspek. Termasuk regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya.
"Oleh karena itu, komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang," ujarya.
Tidak hanya itu, Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang efektif agar tujuan dari pemisahan waktu pelaksanaan tersebut tercapai. Skema tersebut akan disusun dengan tetap mengacu pada efisiensi, termasuk dalam hal pembiayaan.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
Lebih rinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional."