UPdates—Para perwira Israel yang bertugas di sepanjang poros Nitzarim, sebuah koridor di Gaza tengah membongkar kekejaman dan kesadisan mereka di wilayah yang dilabeli dengan nama “Kill Zone” itu.
Mereka mengungkapkan bahwa tentara mereka secara sistematis menembak semua warga Palestina yang mendekati area tersebut, terlepas dari apakah mereka anak-anak atau warga sipil tak bersenjata, dan membiarkan tubuh mereka terbuka untuk dimakan anjing.
Berdasarkan kesaksian dari beberapa komandan dan tentara Israel, penyelidikan tersebut dipublikasikan pada Rabu malam oleh harian Haaretz, yang mengungkap tindakan genosida yang sedang berlangsung di daerah kantong Palestina tersebut selama lebih dari 14 bulan.
Para perwira bersaksi bahwa tentara Israel menetapkan batas tak bertanda di dekat Nitzarim dengan perintah untuk menembak siapa pun yang mendekatinya.
"Setiap wanita adalah pengintai, atau pria yang menyamar. Siapa pun yang bersepeda dapat dibunuh, dengan alasan pengendara sepeda adalah kaki tangan teroris," demikian laporan tersebut mengutip pernyataan seorang perwira sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari Anadolu, Kamis, 19 Desember 2024.
"Garis itu tidak muncul di peta mana pun dan tidak ada dalam perintah militer resmi mana pun. Meskipun pejabat senior Pasukan Pertahanan Israel mungkin menyangkal keberadaannya, di jantung Jalur Gaza, di utara koridor Netzarim, tidak ada yang lebih nyata," lanjut laporan itu.
Koridor Nitzarim didirikan oleh tentara Israel pada awal perang genosida untuk mencegah warga Palestina yang mengungsi dari Gaza utara kembali ke rumah mereka.
Nama koridor ini berasal dari bekas pemukiman Israel yang ada di Gaza sebelum pembongkaran pemukiman dan penarikan Israel dari Jalur tersebut pada tahun 2005, setelah pendudukannya sejak perang 5 Juni 1967.
Seorang komandan di Divisi Lapis Baja ke-252 mengungkapkan kepada Haaretz bahwa tentara menegakkan apa yang mereka sebut "barisan mayat."
"Setelah penembakan, mayat tidak dikumpulkan, menarik kawanan anjing yang datang untuk memakannya," ungkapnya.
Poros Nitzarim membentang selebar 7 kilometer, membentang dari dekat pemukiman Israel di Be'eri hingga garis pantai Gaza, yang diduduki oleh tentara Israel. Seluruh area tersebut telah dibersihkan dari penduduk Palestina, dengan rumah-rumah mereka dihancurkan untuk memberi jalan bagi jalan dan lokasi militer Israel.
"Komandan divisi menetapkan area ini sebagai 'zona pembunuhan.' Siapa pun yang masuk akan ditembak," kata komandan Divisi Lapis Baja ke-252 merujuk pada nama area itu “Kill Zone”.
Menurut perwira lain dari divisi tersebut yang baru saja menyelesaikan tugas cadangannya, unit, brigade, dan divisi di sepanjang poros Nitzarim bersaing untuk membunuh paling banyak warga Palestina.
"Jika Divisi 99 membunuh 150 (warga Palestina), unit berikutnya menargetkan 200," bebernya.
Penyelidikan tersebut mencakup banyak laporan dari para perwira yang bertugas di area tersebut, yang merinci pembunuhan sewenang-wenang dan klasifikasi kasual warga Palestina sebagai "teroris" setelah mereka dibunuh.
Seorang komandan cadangan senior Israel yang juga baru-baru ini bertugas di poros Nitzarim menegaskan, selama lebih dari setahun, mereka telah beroperasi di wilayah tanpa hukum.”Di mana nyawa manusia tidak memiliki nilai. Ya, kami para komandan dan kombatan ikut serta dalam kekejaman yang terjadi di Gaza," jelasnya.
Menurut laporan tersebut, para perwira mengatakan pasukan Israel beroperasi seperti milisi independen, tidak dibatasi oleh protokol militer standar.
Seorang prajurit veteran dari divisi tersebut menjelaskan perintah mereka sangat jelas. "Perintahnya jelas. Siapa pun yang menyeberangi jembatan ke koridor (Netzarim) akan ditembak di kepala," katanya.
Ia menceritakan satu kejadian. "Suatu kali, penjaga melihat seseorang mendekat dari selatan. Kami menanggapi seolah-olah itu adalah serangan militan besar. Kami mengambil posisi dan melepaskan tembakan,” tuturnya.
Bahkan, setelah meninggal, mereka terus menembakinya sambil tertawa. "Saya berbicara tentang puluhan peluru, mungkin lebih. Selama sekitar satu atau dua menit, kami terus menembaki mayatnya. Orang-orang di sekitar saya menembaki dan tertawa," katanya.
Ketika mereka mendekati mayat tersebut, tentara tersebut mengatakan bahwa mereka menemukan bahwa orang yang baru saja mereka tembak itu itu hanya seorang anak laki-laki. “Mungkin berusia 16 (tahun)," ujarnya.
Komandan batalion tersebut menanggapi bahwa bagi mereka, siapa pun yang melewati garis adalah teroris. “Tanpa kecuali, tidak ada warga sipil. Semua orang adalah teroris," tegasnya.
Tentara lain menggambarkan insiden terpisah di mana sebuah tank dikerahkan untuk menyerang sekelompok warga Palestina yang kemudian dicap sebagai teroris meskipun jelas-jelas tidak bersenjata.
Tank tersebut maju ke arah kelompok tersebut, menembakkan ratusan peluru dari senapan mesinnya. "Pemandangan itu menghantui saya," kata tentara tersebut dalam laporannya.
Tiga orang Palestina tewas dalam rentetan tembakan itu, sementara yang lainnya selamat dengan tangan terangkat ke atas.
"Kami memasukkannya ke dalam kandang yang didirikan di dekat posisi kami, menanggalkan pakaiannya, dan meninggalkannya di sana," cerita tentara tersebut.
"Tentara yang lewat meludahinya. Bagi saya itu menjijikkan. Akhirnya, seorang interogator militer datang, menginterogasinya sebentar sambil mengarahkan pistol ke kepalanya, lalu memerintahkan pembebasannya," ujarnya.
Kemudian terungkap bahwa pria itu mencoba menghubungi pamannya di Gaza utara. "Kemudian, petugas memuji kami karena membunuh teroris. Saya tidak mengerti apa maksud mereka," tambah prajurit itu.
Bulan lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di Gaza.