UPdates—Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin, menyoroti polemik Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang terjadi di berbagai daerah.
You may also like : Masa Tenang, Kemendagri Ingatkan Kades dan Lurah tak Macam-macam, DPR Sentil Polisi dan Tentara
Politisi Fraksi PKB ini menilai akar masalahnya berasal dari Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) Nomor 1 Tahun 2022.
You might be interested : Banyak Laporan, Kemendagri Setop Penyaluran Bansos APBD Jelang Pilkada 2024
"Ini kan dimulai dari terbitnya Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) Nomor 1 tahun 2022, di mana rasio pajak dinaikkan dari yang awalnya 0,3% menjadi 0,5%," ujar Gus Khozin sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Sabtu, 23 Agustus 2025.
Peraturan turunan dari UU tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 menurutnya juga menjadi bagian dari polemik ini.
Khozin menyebut adanya "perlakuan ganda" dari Direktorat Jenderal Keuangan Daerah di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pilihan antara penggunaan tarif tunggal (single tarif) dan tarif ganda (multiple tarif) oleh pemerintah daerah.
Ia berpendapat, jika tarif tunggal diterapkan secara merata, hal itu dapat menimbulkan gejolak di masyarakat. Hal ini dikarenakan disparitas ekonomi yang tinggi antara masyarakat kaya dan miskin di Indonesia.
"Yang kaya, (malah makin) kaya. Yang miskin, (tetap) miskin. Jadi disparitasnya itu cukup jomplang. Kalau diterapkan single tarif, keadilan sosial itu tidak akan terwujud di sini. Makanya harus ada kategorisasi terkait dengan penentuan tarif itulah," imbuhnya.
Makanya, Khozin menegaskan Komisi II DPR akan meminta penjelasan resmi dari Kemendagri mengenai regulasi PBB ini.
"Detailnya, kepastiannya nanti akan kita minta penjelasan kepada Kemendagri, seperti apa sih sebetulnya rumusan daripada PP yang menjadi turunan dari Undang-Undang HKPD ini," tandasnya.