UPdates - Hari Radio Nasional setiap tahun diperingati di Indonesia pada tanggal 11 September. Penetapan Hari Radio Nasional tersebut bertepatan dengan berdirinya Radio Republik Indonesia (RRI).
You may also like : Hantu Efisiensi di TVRI dan RRI
Dilansir Keidenesia.tv dari RRI, Hari Radio Nasional dilatarbelakangi dari dihentikannya radio Hoso Kyoku pada tanggal 19 Agustus 1945.
You might be interested : Peringatan Dini BMKG Hari Ini, 11 September: Waspada Potensi Banjir dan Longsor di Enrekang, Luwu Utara dan Pinrang
Setelah pemberhentian itu, masyarakat Indonesia merasa buta akan informasi. Saat itu, terdengar desas desus kalau tentara Inggris yang mengatasnamakan Sekutu akan menguasai Jawa dan Sumatera.
Dari berita tersebut, orang-orang yang pernah aktif di radio pada masa penjajahan Jepang merasa bahwa radio merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi.
Pada tanggal 11 September 1945 pukul 17.00, delapan perwakilan bekas radio Hoso Kyoku yang terdiri dari Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudomomarto, Harto dan Maladi mengadakan pertemuan bersama pemerintah di bekas gedung Raad Van Indje Pejambon untuk membahas permasalahan yang terjadi.
Abdulrahman Saleh yang saat itu menjadi ketua delegasi memaparkan beberapa rencana kepada pemerintah. Salah satunya yaitu menuntut pemerintah untuk mendirikan radio sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat.
Mengingat tentara Sekutu akan mendarat di Jakarta akhir September 1945. Awalnya pemerintah tidak setuju dengan tuntutan tersebut dengan alasan alat-alat yang diperlukan untuk mendirikan radio sudah terdaftar sebagai barang inventaris Sekutu.
Namun, pada akhir pertemuan Abdulrahman Saleh memberikan solusi lain dengan membentuk persatuan Radio Republik Indonesia sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat.
Akhirnya pemerintah menyanggupi solusi tersebut, walaupun tidak sepenuhnya setuju. Pada pukul 24.00, delegasi dari 8 stasiun radio di Jawa mengadakan rapat kedua di rumah Adang Kadarusman.
Hasil rapat tersebut kemudian menetapkan Abdulrachman Saleh sebagai pemimpin RRI pertama.
Para delegasi yang ikut rapat saat itu adalah Soetaryo dari Purwokerto, Soemarmad dan Soedomomarto dari Yogyakarta, Soehardi dan Harto dari Semarang, Maladi dan Soetardi Hardjolukito dari Surakarta, serta Darya, Sakti Alamsyah dan Agus Marahsutan dari Bandung.
Dua daerah lainnya, Surabaya dan Malang tidak ikut serta karena tidak adanya perwakilan. Mengutip laman resmi RRI, pemerintah Indonesia meresmikan berdirinya RRI pada 11 September 1945.
Berdirinya RRI sendiri tidak bisa dilepaskan dari keberadaan stasiun-stasiun radio di era itu. Generasi pertama stasiun radio ada di Malabar, Jawa Tengah, sejak 1925, atau sekitar 20 tahun sebelum ada RRI.
Lima tahun setelah itu, terbentuk Nederland Indische Vereniging Radio Amateur (NIVERA) sebagai organisasi radio amatir milik Belanda. Sementara stasiun radio pertama kali berdiri di Indonesia bernama BRV.
BRV juga didirikan Belanda yang berlokasi di Batavia. Selanjutnya juga ada Stasiun Radio Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM) di Jakarta.
Cabang-cabangnya yang dinamakan Hoso Kyoku terdapat di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Selain itu, Hoso Kyoku juga mempunyai cabang kantor di kabupaten-kabupaten untuk menyiarkan programnya kepada masyarakat.
Saluran informasi di era kemerdekaan Bom Hiroshima dan Nagasaki menjadi tanda runtuhnya kekuasaan Jepang di Indonesia. Berkat informasi radio, akhirnya Indonesia bisa segera merealisasikan kemerdekaannya melalui momentum Proklamasi pada 17 Agutus 1945.
RRI dikukuhkan sebagai satu-satunya lembaga penyiaran yang dapat berjaringan secara nasional dan dapat bekerja sama dalam siaran dengan lembaga penyiaran asing. RRI yang merupakan satu-satunya radio yang menyandang nama negara mengandung arti bahwa dengan nama tersebut siarannya ditujukan untuk kepentingan negara.