UPdates - Setiap tanggal 17 April, diperingati sebagai Hari Hemofilia Sedunia. Peringatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang hemofilia dan gangguan pendarahan lainnya, serta mendorong dukungan bagi para penderita agar dapat menjalani hidup yang lebih sehat dan bermasa depan.
Dikutip Keidenesia dari laman National Today, Kamis, 17 April 2025, hemofilia mulai dikenali sejak abad ke-10, ketika para tabib mendapati kasus pendarahan hebat pada pria setelah mengalami cedera ringan. Saat itu, kondisi ini dikenal sebagai Abulcasis.
Namun, keterbatasan teknologi kedokteran membuat penyelidikan terhadap penyakit ini belum dapat dilakukan secara menyeluruh.
Pada awal abad ke-19, Dr. John Conrad Otto dari Philadelphia melakukan studi lebih dalam mengenai kondisi yang ia sebut sebagai pendarahan. Dia menyimpulkan bahwa hemofilia adalah kelainan genetik yang diturunkan dari ibu kepada anak laki-lakinya.
Perkembangan studi terus berlanjut. Pada 1926, dokter asal Finlandia, Erik von Willebrand, mempublikasikan makalah tentang jenis gangguan pendarahan lain yang memengaruhi pria dan wanita secara setara.
Kondisi ini kemudian dikenal sebagai Penyakit Von Willebrand. Pada 1957, tim peneliti dari Rumah Sakit Universitas Malmo, Swedia, menemukan bahwa penyakit ini disebabkan rendahnya kadar faktor Von Willebrand dalam darah.
Sementara itu, klasifikasi hemofilia menjadi dua jenis Hemofilia A dan Hemofilia B baru dilakukan pada 1937. Meski belum ditemukan obat untuk menyembuhkan hemofilia, terapi faktor pembekuan darah secara teratur menjadi pilihan utama untuk mengelola gejala dan mencegah pendarahan spontan.
Federasi Hemofilia Dunia (World Federation of Hemophilia/WFH) menetapkan tanggal 17 April sebagai Hari Hemofilia Sedunia pada 1989. Tanggal ini dipilih untuk menghormati hari lahir pendiri WFH, Frank Schnabel.
Peringatan ini juga bertujuan menggalang dukungan dan dana untuk membantu penderita hemofilia, terutama mereka yang tinggal di negara-negara dengan akses terbatas terhadap pengobatan. Hemofilia bukan hanya tantangan medis, tetapi juga sosial dan ekonomi, yang membutuhkan kesadaran bersama agar para penderita dapat hidup lebih layak dan bermartabat.