Ilustrasi aneka jenis pangan selain beras b(foto:matariagro)

Soroti Minimnya Diversifikasi Pangan Nasional, Legislator: Kita Selama Ini Terlalu Fokus pada Beras

18 November 2025
Font +
Font -

UPdates - Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menyoroti lemahnya diversifikasi pangan Indonesia yang hanya memanfaatkan sekitar 25 spesies pangan, jauh tertinggal dibanding Tiongkok yang menurutnya telah mengonsumsi lebih dari 125 spesies.

You may also like : daniel johanGawat! 4 Pulau Dijual Daring, DPR: Ini Bahaya Laten, Persoalan Serius

Kondisi ini, menurut Rokhmin, meupakan ironi besar mengingat Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam RDPU Panja Penyusunan RUU Pangan dengan SPI dan Jaringan Petani Persada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 17 November 2025.

“Indonesia punya biodiversitas luar biasa, tetapi yang dimanfaatkan hanya sekitar 25 spesies. Sementara China sudah 125. Artinya, ada yang salah dalam sistem pangan kita,” ujar Rokhmin, dilansir dari laman DPR RI, Selasa, 18 November 2025.

Ia menjelaskan bahwa diversifikasi pangan merupakan salah satu pilar utama kemandirian dan ketahanan pangan. Ketergantungan pada hanya tiga komoditas besar seperti padi, jagung, dan kedelai, membuat Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim, fluktuasi harga global, dan gangguan distribusi.

Menurut Rokhmin, revisi RUU Pangan harus memberi perhatian khusus terhadap perluasan konsumsi pangan lokal seperti sorgum, sagu, umbi-umbian, talas, kacang-kacangan, hingga pangan laut yang selama ini belum mendapatkan tempat strategis dalam kebijakan pemerintah. Rokhmin menilai stagnasi diversifikasi pangan juga disebabkan oleh birokrasi pemerintah yang tidak inovatif dan lemahnya ekosistem riset serta hilirisasi pangan lokal.

“Kita selama ini terlalu fokus pada beras. Padahal negara lain berkembang karena memperluas basis pangan, bukan menyempitkannya. Keberagaman pangan adalah kekuatan,” tegas Legislator Fraksi PDIP dapil Jawa Barat VIII.

Ia menambahkan, negara-negara maju memiliki strategi agresif dalam mengembangkan sumber pangan alternatif. China, misalnya, membuka laboratorium pangan di 31 provinsi dan memperkuat konsumsi pangan lokal untuk menjaga stabilitas nasional.

Rokhmin mengingatkan bahwa Indonesia harus bergerak cepat mengingat dampak perubahan iklim dapat mengancam produksi padi nasional dalam beberapa tahun ke depan. “Kalau kita tidak segera melakukan diversifikasi, risiko krisis pangan akan semakin besar,” katanya.

Ia mendorong Panja RUU Pangan untuk memasukkan kebijakan diversifikasi berbasis riset, insentif pasar, dan edukasi konsumsi masyarakat sebagai bagian dari rancangan regulasi baru. “RUU Pangan harus menjadi titik awal transformasi sistem pangan nasional. Diversifikasi bukan opsi, tetapi kebutuhan,” tutup Rokhmin.

 

Font +
Font -