UPdates—Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengatakan dia tidak akan mengizinkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mencaplok Tepi Barat yang diduduki Israel.
You may also like : Disergap Pejuang Palestina di Gaza, 3 Tentara Israel Tewas, 12 Terluka, 2 Kritis
Ia mengatakan itu kepada wartawan Gedung Putih menjelang pidato Netanyahu di Majelis Umum PBB pada hari Jumat waktu setempat.
You might be interested : Iran Lancarkan Serangan Paling Mematikan ke Israel, Banyak Korban dan Kerusakan Parah
"Saya tidak akan mengizinkan Israel mencaplok Tepi Barat... Itu tidak akan terjadi," tegas Trump sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari BBC, Jumat, 26 September 2025.
Trump, yang akan bertemu Netanyahu pada hari Senin, juga mengatakan kesepakatan gencatan senjata atas perang di Gaza sudah cukup dekat.
Israel menghadapi tekanan global yang semakin meningkat untuk mengakhiri konflik dan pendudukan Tepi Barat, karena gelombang negara Barat secara resmi mengakui negara Palestina yang merdeka.
Kelompok sayap kanan Israel memandang aneksasi sebagai cara untuk mencegah pembentukan negara Palestina.
Kelompok ultranasionalis dalam koalisi pemerintahan Netanyahu telah berulang kali menyerukan agar Israel mencaplok Tepi Barat—bagian dari wilayah Palestina—secara langsung.
Inggris dan Jerman mengatakan mereka telah memperingatkan Israel agar tidak mencaploknya, sementara Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan langkah seperti itu tidak dapat ditoleransi secara moral, hukum, dan politik.
Trump mengatakan kepada para wartawan di Ruang Oval pada hari Kamis bahwa ia telah berbicara dengan Netanyahu serta para pemimpin Timur Tengah lainnya.
"Kita hampir mencapai kesepakatan tentang Gaza, dan mungkin bahkan perdamaian," kata Trump.
Donald Trump, dalam pertemuan dengan para pemimpin Arab dan Islam di New York minggu ini, mempresentasikan rencana 21 poin yang bertujuan untuk mengakhiri perang Israel di Gaza.
Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengonfirmasi bahwa rencana yang diajukan Trump mencakup 21 poin, tetapi ia tidak mengungkapkan detailnya.
Axios menyatakan bahwa elemen-elemen utama rencana tersebut meliputi pembebasan semua sandera Israel yang tersisa, gencatan senjata permanen, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza.
Rencana ini juga membayangkan pemerintahan baru di Gaza tanpa Hamas, dengan sedikit keterlibatan dari Otoritas Palestina, di samping pasukan keamanan multinasional yang terdiri dari warga Palestina dan pasukan dari negara-negara Arab dan Muslim.
Proposal tersebut menyerukan negara-negara Arab dan Muslim untuk mendanai rekonstruksi dan mendukung pemerintahan baru di Gaza.
Arab Saudi Umumkan Koalisi Darurat untuk Danai Otoritas Palestina
Sementara itu, Arab Saudi pada hari Kamis waktu Amerika mengumumkan peluncuran koalisi internasional darurat untuk mendanai Otoritas Palestina (PA), yang memerintah sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Berbicara dalam konferensi pers di New York di sela-sela Sidang Umum PBB ke-80, Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, mengatakan koalisi tersebut akan memberikan dukungan keuangan langsung kepada PA dengan sejumlah mitra penting.
Ia mengatakan Arab Saudi akan menyumbang $90 juta untuk upaya tersebut.
Konferensi pers tersebut berlangsung selama pertemuan Aliansi Global untuk Implementasi Solusi Dua Negara, yang dihadiri oleh para menteri luar negeri dari negara-negara Arab dan Eropa seperti Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan Norwegia.
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty menegaskan keterbukaannya terhadap pengerahan pasukan internasional di Gaza berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB, dengan tujuan membantu Otoritas Palestina mengelola wilayah tersebut.
Ia mengatakan terdapat "konsensus" mengenai pemerintahan sementara Palestina di wilayah tersebut tanpa partisipasi faksi-faksi, meskipun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan koalisi tersebut menegaskan adanya konsensus internasional mengenai implementasi solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif.
Ia menambahkan bahwa koalisi menganggap satu-satunya hambatan untuk implementasi solusi dua negara adalah sikap ekstremis pemerintah Israel, yang perdana menterinya, Benjamin Netanyahu secara terbuka menyatakan bahwa ia tidak akan mengizinkan pembentukan negara Palestina.
“Semua tindakan Perdana Menteri Israel menghalangi tercapainya perdamaian yang adil dan komprehensif, termasuk genosida di Gaza, perluasan permukiman dan perampasan tanah di Tepi Barat, agresinya terhadap Suriah dan penyebaran perselisihan di sana, serta agresinya terhadap Lebanon," katanya sebagaimana dilansir dari TRT World.
Sebelumnya pada hari Kamis, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, menyerukan agar Otoritas Palestina dapat sepenuhnya mengendalikan Gaza, menegaskan kesiapannya untuk memikul tanggung jawab keamanan dan administratif serta melucuti senjata faksi-faksi.