UPdates—Pelaksanaan ibadah haji selalu menghadirkan kisah luar biasa. Tahun ini, kisah menggetarkan jiwa itu salah satunya dari petugas safari wukuf.
You may also like : Daftar Kuota Haji Reguler 2025 Tiap Provinsi di Indonesia, Sulsel Dapat Segini
Kisah para pahlawan haji bagi jemaah lanjut usia (lansia) dan berkebutuhan khusus itu diceritakan Yuni Puspita Sari. Selama sepuluh hari, ia dan petugas safari wukuf lainnya membersamai dan melayani jemaah yang memang butuh bantuan untuk menjalani rangkaian puncak haji mereka.
You might be interested : Levina, Jemaah Termuda Asal Jateng: Harusnya Mama yang di Sini
Dengan segala problematikanya, tugas ini begitu sulit. Tapi pengabdian ini adalah pilihan mereka.
Yuni Puspita Sari mengatakan, ketika ada program safari wukuf bagi jemaah lanjut usia, disabilitas yang dilaksanakan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, ia mengajukan diri.
"Saya bukan diminta, tapi meminta untuk menjadi petugas safari wukuf," kata Yuni kepada tim Media Center Haji (MCH), Jumat, 13 Juni 2025 sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi Kemenag.
Permintaan Yuni bukan tanpa alasan, dengan latar belakangnya sebagai seorang bidan dan juga menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Pertahanan, ia terpanggil menjadi bagian dari 120 petugas safari wukuf lainnya.
"Saya terbiasa mengurus pasien, tapi tugas ini tidaklah ringan," katanya.
Sepuluh hari membersamai, merawat dan melayani jemaah lansia dan berkebutuhan khusus, begitu banyak pengalaman mengharukan dan menggembirakan yang mereka alami.
Hampir 24 jam penuh Yuni bersama petugas lainnya tak kenal lelah menjaga dan merawat 477 jemaah haji dengan latar belakang dan riwayat kesehatan yang berbeda. Mereka berjibaku melayani jemaah dari 1 Juni hingga 10 Juni 2025.
Yuni mengungkapkan banyak cerita selama 10 hari di hotel transit safari wukuf. Ia menyebut salah satu jemaah bernama Rosidah. Nenek yang berusia di atas 70 tahun ini mengalami dimensia.
“Ia biasa dipanggil dengan Nenek Rudi, karena kerap mencari putranya yang bernama Rudi,” ujar Yuni.
Perilaku Nenek Rosidah sangat usil. Ia kerap mengambil kunci kamar dan barang para jemaah lainnya dan dibuang di tempat sampah. Ia tak melakukan itu sendiri. Nenek Rosidah ini bekerja sama dengan Nenek Maria. Seperti Nenek Rosidah, Inces Maria, sapaan Nenek Maria juga mengalami dimensia.
"Akibat usilnya, kami harus mencari barang yang dibuang di tempat sampah tersebut dan dikembalikan ke pemiliknya,” beber Yuni yang langsung disambut gelak tawa tim MCH.
Nenek Rosidah ini super aktif. Walaupun berulang kali diingatkan oleh petugas, Nenek Rosidah tidak pernah marah. "Kalau kami tegur, ia tidak marah, happy aja," kata Yuni.
Selain Nenek Rosidah dan Nenek Maria, ada juga jemaah lain yang sehat tapi dimensia dan sering berpidato. "Bapak ini mungkin dulunya seorang guru. Ada juga jemaah lainnya suka bacan ayat-ayat Al-qur'an. Ternyata jemaah ini adalah petani yang hafal Al-qur'an," tutur Yuni.
Diungkapkan Yuni, petugas safari wukuf harus siap 24 jam melayani jemaah. Masing-masing petugas melayani lima jemaah dengan segala latar belakangnya. Ia menjelaskan, setiap jemaah memiliki riwayat yang berbeda-beda.
“Ada yang dimensia, kelainan jantung, paru-paru, tuna netra, dan lainnya. Sebagian jemaah mampu melakukan aktivitas sendiri, namun sebagian jemaah harus dibantu petugas untuk beraktivitas, seperti memandikan, menyeboki, mengganti popok, menggendong, memapah berjalan, menyuapi makanan, hingga mencucikan pakaian jemaah,” jelas Yuni.
Tentu itu tugas yang tak mudah. Namun, Yuni dan petugas lainnya menjalani tugas tersebut dengan penuh suka. Bagi mereka, tak ada yang berat, karena ini adalah misi utamanya, yaitu melayani jemaah.
"Menjadi petugas haji adalah harapan semua orang. Selain bisa beribadah, yang paling utama adalah melayani jemaah, kalau haji itu bonus," kata Yuni.
Untuk sebuah pelayanan yang optimal, ia dan ratusan petugas lainnya berupaya untuk memenuhi permintaan jemaah. Beberapa jemaah misalnya, meminta menu makanan khusus yang belum ada di menu makanan yang telah disiapkan.
"Ada yang minta anggur, ada yang minta bubur, ada yang minta rempeyek. Untungnya dari dapur sigap, sehingga semua permintaan itu terpenuhi," ujar Yuni.
Yuni dan rekan-rekannya juga kerap menghibur para jemaah. Karena mereka adalah jemaah berkebutuhan khusus yang tanpa pendamping, kerap merasa kesepian dan membutuhkan teman curhat.
"Kami dengarkan curhat mereka. Mereka minta ditelponkan keluarganya, kami telponkan. Kami bahagia karena mereka senang," kata Yuni.
Untuk menjaga kebugaran dan keceriaan mereka, Yuni mengajak jemaah senam Lansia. Selama seminggu melakukan senam ini, mereka tampak lebih sehat.
Selama 10 hari merawat 477 jemaah ini, perkembangan jemaah luar biasa. Jemaah yang sebelumnya tidak bisa berjalan, setelah dirawat dengan baik akhirnya bisa berjalan.
"Kami curahkan semua kemampuan kami, kami rawat mereka layaknya orang tua sendiri. Sehingga keadaan mereka menjadi lebih baik," katanya.
Pada saat menjalani wukuf di Arafah, Yuni bersama seluruh petugas mendampingi dan bersama wukuf dalam bus. Pada waktu wukuf, jemaah ini dibimbing untuk berdoa di Arafah selama 1 jam. Perjalanan pun berlanjut murur di Muzdalifah dan tanazul di hotel transit safari wukuf.
Ia menceritakan kenangan yang tak terlupakan saat membersamai para lansia ini saat menjalani wukuf. "Pada saat puncak haji, kita memandikan jemaah dan memakaian pakaian ihram, serta memberikan mereka vitamin. Kemudian kita berangkat ke Arafah dari hotel transit dan berhenti di Arafah sekitar 1 jam," ujarnya.
Saat wukuf sekitar 1 jam, pembimbing ibadah memandu mereka untuk berdoa. Ketika berdoa ini, kata Yuni, jemaah pada menangis, bersyukur atas kesempatan yang diberikan Allah Swt.
"Ketika petugas bimbingan ibadah memandu doa di Arafah dan mengatakan Arafah adalah doa yang mustajab, mereka sontak berdoa dengan menangis, merenungi dosa dan mensyukuri nikmat Allah. Di sini kita merasa sangat terharu," ujar Yuni.
Usai wukuf, bus jemaah melaju pelan ke Muzdalifah untuk murur, sambil melantunkan doa-doa. Setelahnya, jemaah diantarkan kembali ke hotel transit dalam keadaan sehat. Untuk menyempurnakan ibadah jemaah, petugas ini diberi tugas untuk mewakilkan lontar jumrahnya dilanjutkan tawaf Ifadah.
"Setiap dari kita bertugas mewakilkan lontar jumrah 4-5 jemaah. Kita merasa senang sekali diberikan kepercayaan melayani mereka," ungkapnya.
Suka duka dalam melayani jemaah safari wukuf yang harus siap siaga 24 jam menjadi kebanggaan bagi Yuni dan kawan-kawan. Namun ia berharap, jumlah jemaah safari wukuf ini akan bisa berkurang tahun depan.
“Semakin sedikit jemaah safari wukuf, akan semakin berhasil penyelenggaraan haji, karena lansia yang berhaji dalam keadaan sehat,” pungkas Yuni mengakhiri ceritanya.