Ilustrasi mata uang (foto:freepik/wirestock)

Ekonom Dukung Rencana Penurunan PPN

17 October 2025
Font +
Font -

UPdates—Rencana pemerintah untuk menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mendapat dukungan.

You may also like : screenshotSoal Kenaikan PPN 12 Persen, Luhut Bilang Ditunda, Mensesneg: Lagi Dihitung-hitung

Kebijakan itu dinilai sebagai langkah strategis untuk memulihkan daya beli masyarakat dan menggerakkan sektor riil.

You might be interested : airlangga igTol, QRIS, dan Transaksi Debit Card Bebas PPN 12 Persen

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian menyebut kebijakan ini dapat menjadi katalis yang memecah stagnasi konsumsi rumah tangga yang terjadi dalam dua tahun terakhir.

“Sejak penyesuaian PPN dilakukan beberapa waktu lalu, terlihat adanya pergeseran pola konsumsi rumah tangga. Porsi tabungan dan dana pihak ketiga di sektor rumah tangga terus menurun, menandakan tekanan pada kemampuan konsumsi masyarakat,” ujar Fakhrul dalam keterangannya sebagaimana dilansir Keidenesia.tv dari InfoPublik, Jumat, 17 Oktober 2025.

Penurunan PPN kata dia tidak hanya berdampak pada konsumsi jangka pendek, tetapi juga berkontribusi terhadap pemulihan struktur ekonomi nasional yang lebih sehat dan inklusif.

Fakhrul menjelaskan, kebijakan penurunan PPN akan memunculkan dua dampak strategis. Pertama, menggairahkan sektor riil dan meningkatkan konsumsi rumah tangga, karena turunnya harga barang dan jasa akan langsung terasa di pasar.

“Efek domino-nya akan mendorong aktivitas di sektor padat karya seperti makanan-minuman, ritel, pariwisata, dan logistik,” jelasnya.

Kedua, mendorong transformasi usaha informal ke sektor formal. Dengan beban pajak konsumsi yang lebih ringan, pelaku usaha kecil menengah akan memiliki insentif lebih besar untuk masuk ke ekosistem formal.

“Ini bukan semata soal tarif pajak yang lebih rendah, tetapi soal membuka akses mereka terhadap pembiayaan dan pasar yang lebih luas,” ujarnya.

Bagi Fakhrul, penurunan PPN tidak otomatis mengurangi pendapatan negara. Dalam jangka menengah, justru dapat memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan fiskal karena publik melihat arah kebijakan yang berpihak pada sektor riil dan masyarakat menengah.

Untuk menjaga kesinambungan fiskal, Fakhrul mendorong agar pemerintah menjalankan reformasi penerimaan non-PPN secara paralel.

Ia menyoroti dua agenda penting: Pertama, memformalkan kembali sektor-sektor yang mengalami peningkatan ilegalitas, seperti peredaran rokok tanpa pita cukai dan perdagangan lintas batas yang rawan miss-invoicing.

Kedua, membangun sistem perpajakan dan kepabeanan yang berkeadilan, dengan pendekatan compliance by design — bukan sekadar penegakan hukum, melainkan penyederhanaan prosedur dan transparansi layanan.

“Penerimaan negara tidak harus dikejar lewat tarif tinggi, tetapi melalui sistem yang dipercaya dan adil. Bila ekonomi formal tumbuh, penerimaan pajak akan meningkat secara alami,” tegas Fakhrul.

Dengan kombinasi kebijakan fiskal yang adaptif, penurunan PPN, serta peningkatan daya beli dan formalisasi ekonomi, Fakhrul memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat menembus di atas 5,3 persen pada tahun 2026.

“Ini momentum bagi pemerintah untuk mengembalikan optimisme ekonomi domestik. Kita tidak bisa menunggu investasi tumbuh dengan sendirinya. Konsumsi harus dihidupkan kembali sebagai fondasi utama agar kredit dan investasi ikut bergerak. Penurunan PPN adalah langkah berani dan tepat untuk itu,” tandasnya.

Font +
Font -