UPdates – Makassar International Writers Festival (MIWF) 2025 akan digelar di Fort Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan mulai hari ini, Kamis, 29 Mei 2025 hingga Minggu, 1 Juni 2025.
You may also like : Siap-Siap! Makassar International Writers Festival di Benteng Rotterdam 29 Mei-1 Juni 2025
Mengusung tema ‘Land and Hand’, MIWF 2025 akan menghadirkan ratusan penulis, seniman, aktivis dan pembicara dari berbagai latar belakang, baik nasional maupun internasional.
You might be interested : Siap-Siap! Makassar International Writers Festival di Benteng Rotterdam 29 Mei-1 Juni 2025
Mereka akan berbagi cerita dan wawasan dalam diskusi panel, peluncuran buku, lokakarya, serta presentasi karya. Setiap sesi dirancang untuk menggugah kesadaran, sembari merayakan keberagaman perspektif dan pengalaman.
“Tema Land and Hand tidak jauh beranjak dari tema m/othering sebelumnya. Jika m/othering menekankan kerja-kerja perawatan, Land and Hand menegaskan pentingnya kerja-kerja mempertahankan.
Keduanya bukan hal yang saling bertentangan. Perawatan adalah bentuk mempertahankan. Begitu pula sebaliknya,” ungkap Mariati Atkah, salah satu dari tiga kurator MIWF 2025.
“Sebagai permulaan, tim kerja MIWF menghimpun kata-kata kunci yang relevan untuk menerjemahkan tema ini agar dapat diturunkan menjadi program-program yang lebih solid. Dari ‘tanah’ dan ‘tangan’, kata kunci dipetakan dan diperluas sehingga menemukan konsep ‘ruang’, ‘pengetahuan’, ‘kuasa’, ‘akses’, ‘keberlanjutan’, ‘solidaritas’, ‘daya’, ‘kolektif’, dan lainnya,” sambung penulis kelahiran Barru, Sulawesi Selatan tersebut.
MIWF edisi tahun ini akan menghadirkan lebih dari 150 pembicara dari berbagai kota di Indonesia dan sejumlah negara lain. Lebih dari 100 program dan aktivitas menarik juga telah disiapkan untuk dinikmati oleh para pengunjung.
Tak hanya menghadirkan para penulis, festival ini juga menjalin kolaborasi dengan komunitas, penerbit, dan berbagai lembaga menambah semarak helatan selama empat hari ini.
Lokakarya yang bisa diikuti seperti; “Seni dan Pemulihan” yang membahas praktik kesenian sebagai cara memulihkan diri para penyintas kekerasan, serta “Kritik Sastra” bersama Doni Ahmadi dan Iin Farliani.
Sejumlah komunitas turut langsung menyajikan program bersama MIWF, seperti 30 Hari Bercerita yang mengajak pengunjung merayakan tradisi bertutur, serta perpustakaan dan ruang komunitas asal Makassar yakni Katakerja.
Ada pula presentasi karya dari kolektif WANUA asal Belanda dan penampil asal Australia yakni Tony Yap. Enam pameran menarik yang mengangkat isu beragam juga digelar selama empat hari penyelenggaraan, antara lain “The Butterfly Effect: Ketika Kupu-Kupu Menuju Kepunahan” (Titah AW dan Kurniadi Widodo), serta “[Dialog Lensa] Ebb and Flow: What Water Could Remember #1 (2024)” (Arif Furqan).
Penulis dan pembicara yang diundang dalam kegiatan MIWF pun memiliki beragam latar belakang menarik. Mereka antara lain Andreas Kurniawan (psikiater-penulis), Kurniadi Widodo (penulis-fotografer), Cania Citta (kreator konten-penulis), Natasha Rizky (aktris-penulis), Ian D. Wilson (peneliti-pengajar), dan masih banyak lagi.
Adapun penulis dan pembicara dari Indonesia Timur tentu juga turut akan bergabung seperti Ibe S. Palogai (penulis fiksi), Aziziah Diah Aprilya (fotografer), Faisal Oddang (penulis fiksi), Adibah L. Najmy (penulis fiksi), Margareth Ratih Fernandez (editor), serta Maria Pankratia (penulis fiksi).
Turut pula tujuh penulis terpilih program Emerging Writers yang akan mengisi panel khusus untuk menceritakan proses kreatif dan riwayat pengkaryaan masing-masing.
Mereka adalah Wahyuddin D. Gafur (Ternate, Maluku Utara), Topilus B. Tebai (Dogiyai, Papua Tengah), Kristal Firdaus (Samarinda, Kalimantan Timur), Nany Diansari Korompot (Kotamobagu, Sulawesi Utara), NF Aspany (Mataram, Nusa Tenggara Barat), Ricky Ulu (Atambua, Nusa Tenggara Timur) serta Alghifahri Jasin (Makassar, Sulawesi Selatan).
Tahun ini MIWF juga bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia untuk menghadirkan para pelaksana festival sastra dari seluruh Indonesia. Mereka akan bertemu dan membicarakan penguatan dan pengembangan jaringan kerja sama antar-festival sastra di Indonesia dalam forum Konsorsium Festival dan sejumlah diskusi publik.
Salah satu program yang selalu hadir di MIWF adalah Taman Rasa. Program ini menawarkan pengalaman kuliner unik untuk para pengunjung yakni tanpa penggunaan wadah plastik sekali pakai.
Seluruh limbah makanan akan dikelola secara bertanggung jawab melalui proses pengolahan dan daur ulang sebagai upaya MIWF menggabungkan semangat literasi dengan kesadaran tentang pentingnya edukasi lingkungan.
Sambil menikmati program-program MIWF yang lain, pengunjung dapat mengeksplorasi ragam kuliner dari 22 booth Sahabat Taman Rasa.