UPdates—Setidaknya 773 orang tewas di kota terbesar di timur Republik Demokratik Kongo (RDK), Goma, dan sekitarnya dalam seminggu, di tengah pertempuran militer melawan pemberontak M23 yang didukung Rwanda yang merebut kota itu dalam eskalasi serius dari konflik yang telah berlangsung selama satu dekade.
You may also like : Puluhan Video Seks Pejabat dan Para Istri Menteri Bocor, Diduga terkait Pilpres Guinea Khatulistiwa
“Angka-angka ini masih sementara karena pemberontak meminta penduduk untuk membersihkan jalan-jalan di Goma,” kata juru bicara pemerintah Kongo Patrick Muyaya dalam sebuah pengarahan di ibu kota Kinshasa pada hari Sabtu sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari Aljazeera, Minggu, 2 Februari 2025.
You might be interested : Sekutu Vladimir Putin Beri Peringatan Perang Dunia III ke Amerika Serikat
"Harus ada kuburan massal dan warga Rwanda berhati-hati untuk mengevakuasi kuburan mereka,," lanjutnya seraya menambahkan bahwa jumlah korban tewas bisa lebih tinggi.
M23 adalah yang paling kuat dari lebih dari 100 kelompok bersenjata yang bersaing untuk menguasai wilayah timur DRC yang kaya mineral, yang menyimpan banyak sekali cadangan yang penting bagi sebagian besar teknologi dunia. Mereka didukung oleh sekitar 4.000 tentara dari negara tetangga Rwanda, menurut para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kemajuan pemberontak ke daerah lain diperlambat oleh militer negara Afrika tengah itu, yang merebut kembali beberapa desa dari mereka. Namun, militer melemah setelah kehilangan ratusan tentara, dan tentara bayaran asing menyerah kepada pemberontak setelah jatuhnya Goma.
Sementara itu, ratusan penduduk Goma mulai kembali ke kota pada hari Sabtu setelah pemberontak berjanji untuk memulihkan layanan dasar, termasuk pasokan air dan listrik. Mereka membersihkan lingkungan yang dipenuhi puing-puing dari senjata dan dipenuhi bau darah.
Kepala pasukan penjaga perdamaian PBB Jean-Pierre Lacroix pada hari Jumat mengatakan pasukan M23 dan Rwanda berada sekitar 60 km di utara ibu kota provinsi Kivu Selatan, Bukavu. Lacroix mengatakan para pemberontak tampaknya bergerak cukup cepat, dan merebut bandara beberapa kilometer jauhnya akan menjadi langkah yang sangat signifikan.
Rose Tchwenko, direktur negara untuk kelompok bantuan Mercy Corps mengatakan, pengambilalihan Goma telah membuat operasi kemanusiaan menjadi macet, memutus jalur penting untuk pengiriman bantuan di seluruh DRC timur.
"Meningkatnya kekerasan terhadap Bukavu menimbulkan kekhawatiran akan pengungsian yang lebih besar, sementara terputusnya akses kemanusiaan membuat seluruh komunitas terlantar tanpa dukungan," katanya.