UPdates—Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu meminta Palestina dipindahkan ke Arab Saudi. Ia menyatakan bahwa Arab Saudi memiliki cukup tanah untuk memberikan Palestina sebuah negara.
You may also like : Israel Berkhianat, Hari Ini Serang Gaza dan Bantai Ratusan Warga
"Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka memiliki banyak tanah di sana," katanya dalam wawancara Channel 14 pada hari Kamis waktu setempat sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari The Jerusalem Post, Jumat, 7 Februari 2025.
You might be interested : Negara-negara Arab akan Lakukan Pertemuan Darurat Bahas Masalah Serius Palestina
Ketika ditanya tentang negara Palestina sebagai syarat normalisasi, Netanyahu mengatakan dia tidak akan membuat perjanjian yang akan membahayakan Israel.
"Terutama bukan negara Palestina. Setelah 7 Oktober? Tahukah Anda apa itu? Ada negara Palestina, yang disebut Gaza. Gaza, yang dipimpin oleh Hamas, adalah negara Palestina, dan lihat apa yang kita dapatkan – pembantaian terbesar sejak Holocaust," ujarnya.
Wawancara tersebut dilakukan selama kunjungan Netanyahu ke Washington, yang diawali dengan konferensi pers bersama dengan Presiden AS Donald Trump, di mana presiden mengumumkan rencananya agar AS mengendalikan Jalur Gaza.
Selain itu, keduanya membahas potensi normalisasi hubungan dengan Arab Saudi. "Saya pikir perdamaian antara Israel dan Arab Saudi tidak hanya mungkin, saya pikir itu akan terjadi," tegas Netanyahu.
Namun, tak lama setelah konferensi pers, Kementerian Luar Negeri Saudi menyatakan bahwa mereka tidak akan membahas hubungan dengan Israel tanpa berdirinya negara Palestina.
Awal minggu ini, sejumlah pejabat Israel yang anonim mengatakan kepada The Jerusalem Post bahwa mereka khawatir Netanyahu akan bersedia mengakhiri perang di Gaza dan menunda aneksasi Tepi Barat demi memajukan kesepakatan normalisasi dengan Arab Saudi.
Para pejabat khawatir bahwa perdana menteri akan menggunakan penundaan aneksasi sebagai kompromi dalam upaya untuk mempengaruhi Riyadh agar tidak menuntut jalan menuju negara Palestina.
Trump sendiri dilansir The Korea Times mengatakan Israel akan menyerahkan Gaza kepada Amerika setelah pertempuran berakhir dan tidak diperlukan pasukan AS di wilayah itu.
Sementara itu, rencana Trump memindahkan warga Palestina dari Gaza ke Yordania dinilai akan menyebarkan kekacauan di Timur Tengah. Langkah itu dianggap membahayakan perdamaian Yordania dengan Israel.
Saat ini, Yordania bersiap menghadapi skenario terburuk terkait rencana Trump. Para pejabat Yordania kepada Reuters mengatakan, rencana darurat yang disusun oleh tentara dan lembaga keamanan berkisar dari menyatakan keadaan perang dengan Israel, membatalkan perjanjian damai, hingga mengumumkan keadaan darurat.
Mesir juga menolak menjadi bagian dari proposal apa pun untuk mengusir warga Palestina dari Gaza. Dan, Kementerian Luar Negeri Mesir mengecam pernyataan dukungan anggota kabinet Israel terhadap rencana Trump untuk menciptakan “Riviera Timur Tengah” di Gaza di bawah kendali AS.
Media Israel melaporkan, sejauh ini, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz telah memerintahkan tentara untuk menyiapkan rencana yang memungkinkan kepergian sukarela penduduk Gaza dari tanah mereka.
“Mesir menekankan konsekuensi bencana dari tindakan tidak bertanggung jawab yang melemahkan negosiasi gencatan senjata, dan akan menghancurkannya serta memicu kembalinya pertempuran," tegas Kementerian Luar Negeri Mesir menanggapi pernyataan Katz.