UPdates—Kesepakatan berkaitan dengan penyesuaian tarif impor produk Indonesia ke pasar Amerika Serikat (AS) memunculkan pro-kontra.
You may also like : Iran Dikeroyok, Amerika Bantu Israel Serang Teheran dengan Jet Siluman
Pemerintah dan sebagian anggota DPR memuji penurunan tarif impor dari 32 persen ke 19 persen dan menyebutnya sebagai keberhasilan negosiasi Presiden Prabowo Subianto.
You might be interested : Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Ikut Rapat Kabinet Setelah Mundur, DPR Kecele Usul Kriteria Penggantinya
Di pihak lain, beberapa ekonom menganggap kesepakatan itu merugikan Indonesia. Alasannya, kebijakan tarif baru yang diberikan hanya berlaku sepihak.
Seperti diketahui, tarif 19% berlaku terhadap produk RI yang masuk AS. Sebaliknya, pemerintah Indonesia membebaskan semua produk AS masuk ke RI alias tarif 0%.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, para pelaku usaha memberikan apresiasi atas keberhasilan Indonesia yang menurutnya menunjukkan keberpihakan Presiden Prabowo terhadap kepentingan industri nasional di kancah global.
“Capaian Bapak Presiden Prabowo adalah bukti kepemimpinan beliau dalam membela industri nasional,” kata Agus di Jakarta sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari RRI.co.id, Kamis, 17 Juli 2025.
Menurut Agus, tarif baru hasil negosiasi tersebut lebih menguntungkan dibanding negara pesaing Indonesia. Keuntungan itu akan memperkuat daya saing industri dalam negeri di pasar ekspor, khususnya Amerika Serikat.
Ia mengatakan, kesepakatan ini membuka peluang baru bagi produk manufaktur Indonesia memasuki pasar Amerika secara lebih luas. Itu kata dia akan mendorong peningkatan kapasitas produksi dan daya saing industri nasional.
“Penyesuaian tarif Amerika terhadap produk kita akan langsung berdampak pada utilisasi industri dalam negeri,” kata Agus.
Manfaat lainnya kata dia adalah peningkatan lapangan kerja dan penguatan struktur industri nasional secara keseluruhan.
Kepala Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi menyebut penurunan tarif impor ini terjadi karena ada negosiasi langsung dari Presiden Prabowo Subianto kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Ini melalui perjuangan yang luar biasa dari tim negosiasi kita yang dipimpin Menko Perekonomian. Ini merupakan negosiasi yang juga luar biasa yang dilakukan oleh Presiden kita (Prabowo) secara langsung dengan Presiden Donald Trump," ujar Hasan kepada awak media di Jakarta.
Hasan mengatakan, tarif impor dari Amerika Serikat kepada Indonesia menjadi yang terendah daripada negara-negara ASEAN. Sebelum Indonesia, Vietnam menjadi ukuran keberhasilan negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat karena berhasil menurunkan tarif menjadi 20 persen dari yang awalnya 46 persen.
"Sekarang pemerintah kita dari tarif awal (32 persen), itu turun ke 19 persen. Jadi lebih rendah nih dibanding negara-negara lain yang ada di ASEAN," ujar Hasan.
Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih juga memuji capaian pemerintah yang berhasil menurunkan tarif ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat menjadi 19 persen pasca negosiasi dengan pemerintahan Donald Trump.
Langkah ini, menurutnya, menjadi napas baru bagi para eksportir, terutama pelaku UMKM dan industri kerajinan Bali yang banyak bergantung pada pasar Amerika.
“Ini prestasi. Tadinya teman-teman di Bali, terutama ASPH, sudah mulai deg-degan karena ekspor ke Amerika cukup besar, khususnya barang-barang seni. Hampir semua orang yang sudah sejahtera sedikit pasti mau punya barang seni, dan banyak asalnya dari Bali,” kata Demer, sapaan akrabnya sebagaimana dilansir keidenesia.tv dari situs resmi DPR RI, Kamis, 17 Juli 2025.
Dalam perkembangan terbaru, Donald Trump mengumumkan negaranya telah mencapai kesepakatan strategis dengan Indonesia yang memberikan akses penuh bagi mereka terhadap semua sumber daya Indonesia.
Pernyataan itu ia sampaikan usai berbicara langsung dengan Presiden Prabowo Subianto sebagaimana dilansir dari CNN.
"Kami telah membuat kesepakatan dengan Indonesia. Saya berbicara dengan presidennya yang luar biasa, sangat populer, kuat, cerdas. Dan kami menyepakati perjanjian, kami mendapatkan akses penuh ke Indonesia, segalanya. Seperti yang Anda tahu, Indonesia sangat kuat dalam hal tembaga, dan sekarang kami punya akses penuh ke semua itu," kata Trump.
Menurut Trump, AS tidak akan membayar tarif apa pun ke Indonesia dan menyebutnya menguntungkan kedua belah pihak.
"Kami tidak akan membayar tarif apa pun, mereka memberi kami akses yang sebelumnya tidak pernah kami miliki. Itu mungkin bagian terpenting dari kesepakatan ini. Bagian lainnya, mereka akan membayar 19 persen, sementara kami tidak membayar apa pun. Saya rasa ini kesepakatan yang bagus untuk kedua belah pihak. Tapi yang jelas, kami mendapatkan akses penuh ke Indonesia," jelasnya.
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengkritik keras kesepakatan di balik keputusan tarif resiprokal 19% dengan berbagai syarat yang diajukan AS ini.
“Seperti cerita rakyat tentang raja yang meminta upeti emas dan berlian sebelum memberi izin dagang, inilah bentuk modern dari pemerasan. Ancaman (kebijakan tarif) 32% menjadi alat tekanan, dan penurunan ke 19% dijual dengan harga yang jauh lebih mahal,” kata Achmad dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta dilansir dari Valid News.
Pemerasan yang dimaksud Achmad merujuk pada syarat dan kesepakatan bahwa Indonesia berkomitmen untuk membeli energi dari AS senilai US$15 miliar, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, dan 50 unit jet Boeing Co.
Menurutnya, pengalihan energi yang bersumber dari AS justru bisa membuat biaya angkut semakin membengkak, ketimbang impor energi dari negara yang sebelumnya sudah dilakukan, seperti Singapura dan Timur Tengah. Sementara untuk produk pertanian, ia menyinggung keberhasilan Indonesia belakangan ini yang kata dia bisa terganggu.
Achmad menegaskan, semestinya tarif digunakan untuk melindungi kepentingan nasional dan memperkuat posisi tawar domestik. Akan tetapi, kesepakatan justru membuat Indonesia membeli lebih banyak dari AS hanya demi tarif yang menurutnya masih tetap tinggi.
“Kesepakatan ini bukan cerminan kemitraan strategis setara, melainkan bentuk ketidakadilan struktural,” tegasnya.
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi turut menyindir kesepakatan ini dalam sebuah unggahan di akun X pribadinya, @islah_bahrawi.
“Kita harus bayar tarif 19%, sementara pihak Amerika 0%, tidak bayar sama sekali. Ditambah "akses penuh" bagi mereka terhadap komoditi kita. Terima kasih kepada siapapun yang bernegosiasi, kalian telah menghadirkan kesetaraan dan keadilan bagi bangsa ini,” sindir Islah Bahrawi sebagaimana dipantau keidenesia.tv, Kamis, 17 Juli 2025.
Pro-kontra terkait masalah ini juga melibatkan netizen. Sebagian mendukung dan memuji pemerintah. Sementara yang lain mengeritik dengan menyebut kesepakatan tarif itu sangat merugikan Indonesia.